Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — ITB bekerjasama dengan Dirjen Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengadakan kegiatan penyusunan Advokasi Implementasi Pengawasan Kualitas Air Minum (PKAM) dan Pengembangan Baseline Data Kualitas Air Minum Indonesia, Kamis (26/9), di Hotel Sheraton, Dago, Bandung.
Kegiatan yang digelar dalam bentuk lokakarya tersebut dalam rangka mendukung program pemerintah menuju air minum aman untuk tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030. Air diketahui merupakan salah satu aspek yang berpengaruh erat terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat. Buruknya kualitas air dihubungkan dengan berbagai penyakit terkait air, serta kerugian ekonomi akibat biaya pengobatan dan berkurangnya hari produktif akibat sakit.
“Acara ini diselenggarakan supaya masyarakat juga bisa aware bahwa kita punya kebutuhan untuk mendapatkan air minum yang aman,” ujar Ketua Panitia acara Ir. Arief Sudradjat, MIS., Ph.D., yang juga dosen Teknologi Pengelolaan Lingkungan di FTSL ITB itu.
Lokakarya advokasi yang baru pertama kali diselenggarakan atas kerjasama ITB dengan Kementerian Kesehatan ini, diharapkan menghasilkan suatu komitmen dari pemangku kebijakan dan juga pelaku industri dalam pengawasan air minum aman. Menurutnya, air minum layak belum tentu aman. Air minum aman adalah air yang digunakan untuk minum, masak, dan kebutuhan sehari-hari yang bebas dari kontaminasi patogen dan senyawa kimia prioritas.
Menilik Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/I/V/2010, yang menyatakan bahwa setiap penyelenggara air minum dalam hal ini termasuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU), wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan. Untuk itu pengawasan kualitas air minum, baik oleh eksternal maupun internal diperlukan agar masyarakat mendapatkan air minum yang tidak hanya layak, namun juga aman untuk dikonsumsi.
“Untuk mencapai akses universal air minum aman pada tahun 2030, diperlukan suatu mekanisme pengawasan untuk menjaga agar kualitas air minum yang diproduksi penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) selalu aman. Hal ini dilakukan melalui pengawasan kualitas air minum atau PKAM yang dilakukan secara eksternal oleh Dinkes Kabupaten/Kota, dan secara internal oleh penyelenggara layanan air minum sendiri,” ujar Ely Setiawati, SKM., MKM.. kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar Direktorat Kesehatan Lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat.
Dr. Anindrya Nastiti ST.,MT., dosen dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB memaparkan hasil kajian dari peneliti ITB dalam lokakarya tersebut. Ia mengatakan bahwa pengembangan cakupan air minum jaringan perpipaan mulai dari 2006 hingga 2016 tidak mampu mengejar pertumbuhan penduduk, sehingga akses air minum melalui sektor SPAM mendominasi di Indonesia termasuk air minum isi ulang. “Pengawasan kualitas air minum perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius,” ujar Anindrya.
Kegiatan advokasi ini dihadiri oleh perwakilan dari Wali Kota Bandung, Bappeda Jawa Barat, Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan FTSL ITB, Dinas Kesehatan Kota Bandung, PDAM Tirtawening, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNPAD, Forum Pelanggan PDAM, dan pengusaha DAMIU.