Menyikapi Bencana di Balik Arus Informasi
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Secara normatif, teknologi diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia dan meminimalisir biaya. Namun ternyata, ada harga yang harus dibayar dari segala kemudahan itu. Di balik kemudahan teknologi, terdapat pula dampak negatif yang mampu mempengaruhi pola kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah persebaran informasi yang timbul dari munculnya teknologi informasi.
Dr. Ir. Alibarda, M.T., dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, berkesempatan memaparkan bahaya bencana informasi yang ditimbulkan teknologi informasi bagi masyarakat secara umum pada Kuliah Publik “Bencana Informasi”, Kamis (27/5/2021).
Secara umum, ia mengatakan, informasi tak terlepas dari praktik komunikasi sebagai bentuk penyampaian informasi. Bahasa sebagai simbol pengenal informasinya. Dari Bahasa inilah muncul teknologi speech translator, atau penerjemah suara manusia.
Dia mengatakan, kita dapat menemukan banyak bencana dari kualitas persebaran informasi dan teknologi informasi yang ada. Mulai dari insiden nightmare yang disebabkan kekeliruan informasi, vaksinasi dengan dosis yang berbeda, error software pada Bank of New York, hingga simpang siur informasi mengenai COVID-19.
“Informasi itu seperti darah, dipompa ke seluruh tubuh, paru paru, dan otak oleh jantung.” Tutur Alibarda.
Menurutnya, diperlukan suatu sistem informasi yang pendek dan terintegrasi untuk memaksimalkan kualitas informasi. Karakteristik informasi yang baik adalah informasi yang akurat, objektif, dan kredibel secara intrinsik, merepresentasikan realita dengan lengkap, konsisten, dan berprospek konten baik, serta garis waktu yang sesuai dengan konteks.
Laju informasi tidak terlepas dari proses akuisisi dan pembentukan informasi melalui serangkaian penyebaran. Hasil informasi yang disebar akan digunakan oleh para pemilik kepentingan untuk membuat suatu kebijakan. Maka dari itu, diperlukan peta produksi informasi yang jelas, sehingga para peneliti dapat mengetahui letak dualisme atau lokasi misinformasi.
Reporter: Daffa Raditya Farandi, Kewirausahaan 2020