Kuliah Umum FTI ITB Bahas Terobosan Baru Penanganan Industri Tekstil di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan kuliah umum “Anaerobic and Aerobic Biological Textile Wastewater Treatment” pada Rabu (6/30/2021). Kuliah ini menghadirkan Dr. Takahiro Watari dan Huong T. Nguyen, Ph.D. dari Nagaoka University of Technology.
Sementara itu, Prof. Tjandra Setiadi dari Teknik Kimia ITB berperan sebagai pemandu. Kuliah umum ini membicarakan tentang terobosan baru dalam penanganan industri tekstil di Indonesia.
Industri tekstil di Indonesia sendiri telah menyumbang sebesar 2,18 persen PDB Nasional serta menyerap lebih dari 3,7 juta tenaga kerja. Angka ini diperkirakan masih akan meningkat karena tren fast fashion yang berlangsung selama beberapa tahun ini. Namun, pertumbuhan industri tekstil ini tidak serta merta tanpa masalah. Pengelolaan limbah yang buruk mengakibatkan tercemarnya sungai dan sumber air dengan zat-zat kimia berbahaya.
“Untuk menghasilkan 1 kilogram pakaian jadi, dibutuhkan lebih dari 200 liter air dalam berbagai prosesnya. Dari semua proses ini, tahapan pewarnaan adalah yang paling mengkhawatirkan,” ucap Dr. Huong.
Dr. Huong menambahkan, kompetisi yang terjadi antara ikatan kovalen dan reaksi hidrolisis mengakibatkan sekitar 30—50 persen pewarna tekstil tidak akan terserap dan malah mencemari lingkungan.
Menurut Dr. Huong, sebelum limbah tekstil dapat dibuang dengan aman, limbah tersebut harus melalui proses dekolorisasi terlebih dahulu. Dia menyampaikan, saat ini ada dua metode yang umum digunakan dalam proses dekolorisasi, yaitu metode fisik dan metode oksidasi. Kedua metode ini memiliki kelemahannya masing-masing, yaitu biaya yang mahal pada metode fisik dan limbah sampingan yang berbahaya pada metode oksidasi.
Dr. Huong melanjutkan dengan memaparkan hasil penelitiannya terhadap metode pengolahan limbah tekstil secara anaerobik. Metode yang mengombinasikan Anaerob Baffled Reactor (ABR) dan Down-Flow Hanging Sponge (DHS) Bioreactor ini memanfaatkan bakteri untuk mengurai kandungan pewarna tekstil yang tersisa. Dia menjelaskan, sistem kompartemen pada ABR mengakibatkan bakteri berkembang dengan lebih baik, sehingga dapat menurunkan tingkat Chemical Oxygen Demand (COD) hingga 80 persen.
“DHS bioreactor memiliki potensi yang besar sebagai solusi efektif berbiaya rendah dalam pengolahan limbah di negara-negara berkembang,” tambah Dr. Takahiro yang tengah meneliti teknologi ini.
Medium spons yang digunakan pada DHS bioreactor memungkinkan zona aerobik dan anaerobik berada dalam satu kompartemen, sehingga dapat mengakomodasi bakteri anaerob dan aerob sekaligus. Keuntungan lain dari teknologi ini adalah dapat menghasilkan air dengan kandungan oksigen terlarut yang lebih tinggi tanpa perlu menggunakan aerator dan dengan kandungan lumpur yang jauh lebih sedikit.
Sebagai penutup kuliah umum, Dr. Takahiro menunjukkan sistem ABR-DHS yang sukses diaplikasikan di salah satu pabrik tekstil di Cimahi. Hasil limbah yang diolah menggunakan sistem ini dapat memenuhi seluruh regulasi hukum untuk dapat dibuang ke Sungai Citarum.
Reporter: Favian Aldilla (Teknik Sipil, 2019)