Morning Sharing FBM ITB: Ketulusan Ricky Elson Berkarya untuk Indonesia
Oleh Mega Liani Putri
Editor Mega Liani Putri
BANDUNG, itb.ac.id - Dinginnya pagi tidak menyurutkan langkah para penerima beasiswa Bidik Misi angkatan 2010 s.d. 2013 untuk mengikuti acara Morning Sharing bersama Ricky Elson pada Jumat (23/05/14) di GSG Masjid Salman ITB. Tema Morning Sharing kali itu adalah "Membangun Nasionalisme melalui Karya". Tema ini memang begitu erat dengan jejak karir Ricky Elson yang namanya menjadi sorotan media sejak dikenalnya proyek mobil listrik yang diinisiasi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan.
Selama 14 tahun, Ricky Elson telah menyelesaikan studinya di Jepang dan bekerja di sebuah perusahaan ternama. Lulus dengan predikat Cum Laude, Ricky dipercaya oleh perusahaan tersebut untuk mengembangkan berbagai produk seperti pesawat kontrol dan sepeda listrik. Prestasinya di Negeri Sakura tersebut menarik perhatian Dahlan Iskan. Dahlan Iskan memanggilnya kembali ke tanah air dan memintanya untuk bergabung bersama tim pembuat mobil listrik karya anak bangsa. Ricky Elson pun kini kembali ke tanah air. Tidak hanya proyek mobil listrik yang ia jalani, ia pun memimpin projek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (Micro Wind Turbine and PV Hybrid System) di Desa Kalihi, Sumba Timur. Belakangan ini, ia juga disibukkan dengan inovasi baru, yaitu Becak Listrik.
"Berharaplah kepada Tuhan dan bekerjalah setulus-tulusnya," pesan Ricky. Ia percaya bahwa semangat berkarya itu dapat terus menggelora jika hal yang ingin dilakukan memiliki tujuan untuk memberikan manfaat kepada orang banyak. Terinspirasi dari Nagamori Shigenobu, pimpinannya di Jepang dahulu, Ricky percaya bahwa kemajuan bangsa itu bergantung kepada tiga elemen utama, yaitu sains, teknologi, dan keterampilan. Ketiga elemen ini tidak bisa berjalan masing-masing, melainkan harus seiring sejalan. Ada satu kunci lain agar semua elemen ini mengantarkan kepada kesuksesan, yaitu hati yang tulus. Apapun yang ingin dilakukan, Ricky sepakat dengan Nagamori Shigenobu bahwa hendaknya diniatkan untuk kemaslahatan masyarakat atau untuk berkontribusi untuk dunia, tidak hanya mengejar keuntungan pribadi atau perusahaan.
Ketika ditanya tentang fenomena menetapnya orang-orang pintar di luar negeri karena karya mereka tidak dihargai di dalam negeri, Ricky mempunyai pandangan sendiri. Ia pun berujar, "Harus ada paradigma yang diubah. Sejatinya, sajauah-jauah bangau tabang, baliaknyo ka kubangan juo. Sejauh-jauh orang merantau, mereka akan tetap ingat akan kampung halamannya. Yang di luar negeri, seharusnya ada keinginan untuk kembali ke negeri. Yang di dalam negeri, mari sambut mereka yang belajar di luar negeri dengan hangat. Bertepuk itu dua belah tangan."
"Jika karya kita belum diterima, mungkin pendekatannya yang harus diganti. Mungkin usaha dan kesungguhan kita belum maksimal," tambahnya. Ia berpendapat bahwa sebenarnya tidak benar paradigma masyarakat yang menganggap bahwa semua inovasi tidak didukung pemerintah. Buktinya, banyak pemuda yang dibiayai kuliah dan penelitiannya, termasuk Bidik Misi.
Ricky Elson memotivasi para penerima beasiswa Bidik Misi agar tetap percaya dengan mimpi-mimpinya. Ia yakin bahwa mimpi adalah kunci untuk menakhlukkan dunia layaknya lirik lagu Laskar Pelangi. Ricky pun menutup acara pagi itu dengan sedikit sentilan, "Pertanyaannya, maukah kalian mengubah nasib negeri ini?"