Obituari: Prof Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, DEA, Guru Besar Teknik Kimia ITB

Oleh Muhammad Arief Ardiansyah

Editor Muhammad Arief Ardiansyah

BANDUNG, itb.ac.id – Tepat sehari setelah perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-72, Institut Teknologi Bandung berduka karena kehilangan salah seorang guru besarnya. Nama lengkapnnya Prof. Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, DEA. Beliau menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Santo Yusuf, Bandung pada Jumat (18/08/17) pagi hari. Almarhum Prof. Mubiar disemayamkan di Aula Timur ITB sebelum diberangkatkan ke Garut untuk dimakamkan.

Perjalanan Hidup Sang Pembelajar

Dilahirkan di Sumedang, 27 Desember 1951, Prof. Mubiar merupakan anak ke-7 dari 10 bersaudara dari pasangan bapak H. Purwasasmita dan Ibu Robiah Sumawisastra. Beliau menamatkan pendidikan SD, SMP dan SMA di Sumedang sampai tahun 1970. Setelah itu, beliau langsung melanjutkan studinya ke Teknik Kimia ITB dan berhasil lulus pada tahun 1975.

Lulus dari ITB, Prof. Mubiar sempat bekerja di PT. KIA sebagai insinyur proses dengan jabatan terakhir kepala produksi. Karena semangat belajarnya yang begitu tinggi akhirnya membuat beliau kembali ke almamaternya pada tahun 1978 sebagai staf pengajar di Teknik Kimia ITB. 

Setahun kemudian Prof. Mubiar menikah dengan Ibu Mintarsih. Pada tahun itu juga beliau diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Institut Teknologi Bandung. 

Gelar master diperoleh beliau dari National Polytechnique de Lorraine Institute, Perancis pada tahun 1982. Setelah lulus program master tersebut, pun beliau tidak langsung kembali ke tanah air melainkan langsung mengambil program doktor pada institusi yang sama. Hasilnya pada tahun 1985 beliau berhasil membawa pulang gelar doktor tersebut ke tanah air.

Kepulangan beliau ke tanah air tentu langsung disambut hangat oleh keluarga besar FTI ITB. Prof. Mubiar kemudian ditugaskan sebagai Pembantu Dekan III FTI ITB periode 1991- 1993. Setelah masa jabatan berakhir, beliau kemudian diangkat sebagai Pembantu Rektor Bidang Pengembangan Perencanaan dan Pengawasan ITB tepatnya mulai tanggal 20 April 1993 s.d. 1 April 1997. Kala itu Rektor ITB adalah Prof. Ir. Wiranto Arismunandar MSME.

Aktif dalam Menghadapi Berbagai Isu Lingkungan

Begitu masa pergantian rektor, Prof. Mubiar ikut berganti, semula Pembantu Rektor menjadi Ketua Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) ITB. Beliau tercatat menjadi ketua LPPM ITB selama 3 tahun hingga akhirnya diamanahi sebagai Ketua Dewan Pakar dalam Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda serta Lembaga Kajian Strategis Paguyuban Pasundan pada tahun 2000.

Pada medio 2000an awal inilah Prof. Mubiar turut aktif dalam memecahkan berbagai masalah lingkungan yang mulai kritis pada masa itu. Mulai dari masalah infrastruktur alam hutan, pengelolaan sungai dan danau, pulau kecil, hingga masalah iklim mikro tercatat pernah diselesaikan oleh Prof. Mubiar selaku Ketua Dewan Pakar.

Sebagai pemegang gelar doktor pada bidang proses, beliau turut mengimplementasikan pengetahuan yang ia miliki pada isu lingkungan yang semakin spesifik. Memasuki tahun 2007, Prof. Mubiar mulai fokus dalam isu pertanian. Beliau menciptakan berbagai karya tulis yang mayoritas membahas penerapan intensifikasi proses dalam bidang pertanian seperti bertani di polibag, tani kota, revitalisasi perkebunan, peningkatan produktivitas tanaman singkong, dan lain-lain.

Beliau juga berhasil mengembangkan suatu integrasi industri kimia dan industri agro dalam sistem semi tertutup dengan konsepsi mikrobioreaktor tanaman sebagai basis pengembangan pertanian yang baru. Atas pengabdiannya, beliau dianugerahi Satyalancana Karya Satya 30 tahun dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 dan Penghargaan Pengabdian 35 tahun dari ITB pada tahun 2014.

Sosok Rendah Hati yang Penuh Prinsip

Diluar karya-karya beliau yang sangat menginspirasi, Prof. Mubiar rupanya merupakan sosok yang sangat rendah hati. Beliau bahkan senantiasa tampil sederhana dan bersahaja dibalik prestasi-prestasinya yang luar biasa. Hal ini disampaikan oleh mantan anak bimbingnya, Syarifudin (Rekayasa Hayati 2011), tatkala di wawancara oleh tim reporter pada Jumat (18/08/17).

“Selama mengajar, beliau selalu menyisipkan pesan-pesan kehidupan agar kita selalu dekat dengan Allah, menjaga kelestarian budaya dan alam, serta mencintai sesama,” ungkap Syarif. “Bahkan selama bimbingan Tugas Akhir, beliau sudah seperti ayah sendiri yang sabar dalam mengarahkan, mengingatkan dan menegur jika mahasiswa bimbingannya ada salah,” lanjut Syarif.

Bagi Syarifudin, Prof. Mubiar bukan hanya menjadi Guru Besar di Teknik Kimia ITB melainkan juga dosen yang sangat menginspirasi di UNPAD dan UPI. “Beliau sangat low profile dan disiplin. Beliau bahkan tidak singkan untuk berboncengan motor dengan saya setiap kali akan mengajar di UNPAD dari Kampus ITB Jatinangor sebab diburu waktu selepas menunaikan ibadah sholat Jum’at,” tutur Syarif kepada tim reporter.

Menurut Syarif ada satu pesan yang selalu ia ingat dari sosok (alm.) Prof. Mubiar. “Sebagai manusia marilah kita pegang teguh prinsip silih asah, silih asih, dan silih asuh agar menjadi manusia yang paripurna,” ujar Syarif. “Silih asah berarti saling mengingatkan dalam kebaikan dan perbaikan. Silih asih berarti saling mengasihi sesama dan silih asuh berarti saling menjaga jiwa, harta dan kehormatan,” tutur Syarif seakan menirukan perkataan Prof. Mubiar.

Selamat jalan, Prof. Mubiar. Semoga segala karya dan kontribusi yang telah engkau abadikan dicatat sebagai amal kebaikan yang terus mengalir disisi Tuhan Yang Maha Esa.