Orasi Ilmiah Prof. Rudy Hermawan Karsaman: Jalan Tol Prasarana Transportasi Multi Dimensi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur strategis nasional penting yang dapat berfungsi sebagai pondasi dasar perekonomian. Menurut pengamatan Prof. Rudy Hermawan Karsaman selama ini, terdapat tiga isu yang menjadi hambatan/tantangan dalam pembangunan jalan tol yaitu kelayakan finansial, pendanaan, dan pembebasan lahan. Isu soal kelayakan finansial terjadi karena ada proyek yang bersifat marginal atau malahan bisa merugi. Yang kedua, yaitu permasahalahan terkait pendanaan yang diperlukan mengingat besarnya dana yang diperlukan baik berupa modal sendiri maupun pinjaman, dan hambatan yang ketiga adalah terkait isu pembebasan lahan yang merupakan tahap awal dalam konstruksi jalan tol dan harus selesai agar tahap kosntruksi selanjutnya bisa dlaksanakan.
Dalam hal ini masalahnya terkait dengan alokasi dana pembebasan lahan serta lambatnya proses pengadaan lahan. Demikian disampaikan oleh Prof. Rudy Hermawan Karsaman saat menyampaikan Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung di Aula Barat ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Sabtu (8/2/2020). Dalam orasi ilmiah itu, Prof. Rudy membawakan tema terkait “Jalan Tol Prasarana Transportasi Multidimensi.” Ia menjelaskan kaitannya dengan penanganan risiko, skema pengusahaan jalan tol, analisis kelayakan, dasar penentuan tarif, audit keselamatan, standar pelayanan minimum, penerapan sistem transakasi elektronik, dan peluang serta peranan jalan tol.
Guru Besar di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB itu mengatakan, jika dikaji lebih mendalam, maka pembangunan jalan tol di Indonesia sebenarnya didasarkan pada tiga hal. Pertama dibangun karena keterbatasan dana pemerintah dibandingkan dengan besarnya kebutuhan akan prasarana transportasi yang harus disediakan. Kedua dibangun berdasarkan prinsip keadilan dan harus berupa alternatif pilihan (tidak ada paksaan penggunaannya) serta menguntungkan bagi semua pihak (pemerintah, pengusaha/operator, pengguna, dan masyarakat lainnya). Ketiga pengusahaan jalan tol merupakan usaha jangka panjang dan penuh risiko dan pembangunannya dilakukan berdasarkan kelayakan ekonomi/finansial, teknis, lingkungan, dan sosial budaya.
Sejarah Jalan Tol Indonesia
Dijelaskan Prof. Rudy, sejarah jalan di Indonesia yang mungkin paling terkenal adalah jalan pos Anyer-Panarukan sepanjang kira-kira 1.000 km di masa kekuasaan Daendels di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) pada tahun 1809. “Walaupun saat itu belum dikenal istilah jalan tol, namun untuk menggunakan jalan tersebut penggunanya harus punya surat izin khusus untuk lewat,” ujarnya. Sejarah jalan tol di Indonesia bermula sejak dibangun dan dioperasikannya jalan tol Jagorawi tahun 1978 yang menghubungkan Jakarta, Bogor, dan Ciawi dengan panjang 59 km, termasuk jalan aksesnya. Jalan tol ini mulai dibangun tahun 1975 oleh pemerintah dengan dana yang berasal dari pinjaman luar negeri dan dana pemerintah sendiri. Hingga akhirnya saat ini Indonesia memiliki total 2088 km jalan tol yang sebagian besar tersebar di Jawa dan Sumatera.
Menurut Prof. Rudy, jelas bahwa pembangunan dan pengembangan jalanan tol tidak hanya masalah teknologi dan ekonomi saja, namun secara multidimensi yang menyangkut masalah sosial, politik, hukum, kebudayaan, dan termasuk citra. “Adapun terkait dengan tantangan dan peluang yang ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan jalan tol di Indonesia yang walaupun berpotensi sangat besar, namun banyak juga hambatan dan tantangan yang harus dihadapi,” tambahnya.
Banyak perkembangan yang akan terjadi ke depan, seperti misalnya terkait dengan penentuan tarif tol dinamis, peningkatan standar pelayanan minimum, penggunaan ETC (Electronic Toll Collection) free flow dengan menggunakan HP dan ITS lainnya, sampai dengan konsep tol bayangan (shadow toll) atau performance Based Annuity Scheme (PBAS) dan Toll Corridor Development (TCD) untuk mendanai pengembangan tol ini serta clawback system bagi jalan yang dibangun dengan dukungan pemerintah.
Prof. Rudy berharap agar 20-30 tahun ke depan di Indonesia memiliki jalan freeway non tol. Menutup orasinya, ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada rektor, pimpinan ITB, pimpinan dan anggota Forum Guru Besar, segenap keluarga, para sponsor yang telah membimbing yaitu Prof. Masyhur Iryam dan rekan lainnya.
Reporter: Deo Fernando (Kewirausahaan, 2021)