Kisah Alifia Zahratul Ilmi: Dari Curiosity Hingga Jadi Mapres ITB

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami


BANDUNG,itb.ac.id - Bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi merupakan sebuah pilihan sekaligus privilege. Tidak semua orang memiliki kesempatan itu. Pemikiran itu yang mendorong Alifia Zahratul Ilmi, Juara 1 Mahasiswa Berprestasi ITB 2022 termotivasi untuk tidak menjadi mahasiswa yang ‘biasa-biasa saja’ selama menuntut pendidikan di Institut Teknologi Bandung.

Sejak tahun pertama kuliah, Lifi - sapaan akrab Alifia Zahratul Ilmi - mendapatkan kesempatan untuk menjadi awardee penuh Beasiswa Unggulan Kemdikbud. Karena sadar pemerintah sudah berinvestasi banyak untuk pendidikan anak-anak bangsa sepertinya, Lifi merasa dirinya harus terus melakukan yang terbaik selama menjadi mahasiswa.

Perjuangan Lifi selama menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung tak selalu mulus. Di tahun pertama, sama seperti sebagian mahasiswa lainnya, Lifi yang mengambil program studi Teknik Biomedis, pernah merasa salah jurusan. Beruntung saat itu, ada senior di program studinya yang mengubah perspektif Lifi bahwasanya ketika kita merasa salah jurusan justru menandakan bahwa curiousity kita akan jurusan tersebut meningkat. Lifi pun mencoba mengeksplorasi jurusannya dan menemukan hal-hal yang membuatnya semakin tertarik. Ia menemukan bahwa mata-mata kuliah di Teknik Biomedis menarik, karena ia berkesempatan untuk belajar berbagai disiplin ilmu mulai dari elektro hingga struktur-struktur kimia dan anatomi manusia.

Berkat rasa penasaran dan eksplorasi ini, Lifi menjadi lebih nyaman di perkuliahan dan menemukan nilai dalam dirinya untuk dikembangkan. Lifi pun mengikuti berbagai perhelatan yang berhubungan dengan akademik. Saat Tahap Persiapan Bersama (TPB), pertama kalinya Lifi mengikuti lomba riset di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) bersama dengan teman-temannya di salah satu Badan Semi Otonom KM ITB dan mendapatkan emas.

Lewat PIMNAS, Lifi bercerita jadi semakin bersemangat untuk mengikuti berbagai lomba lain di tingkat dua. Tak hanya itu, Lifi terpilih pula untuk menjadi awardee Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2021 dan berkesempatan untuk mengambil satu semester di salah satu Ivy League university tersohor dunia, University of Pennsylvania. Di sana Lifi dan sesama mahasiswa dari Indonesia mengikuti Stanford Design Challenge dan terpilih menjadi global finalist. Bagi Lifi, hal penting yang didapatkan dalam Stanford Design Challenge ini bukanlah hanya sekedar penghargaannya, lebih dari itu, ia mendapat pelajaran berharga mengenai Design Thinking.

“Awalnya sebagai engineer, kan, kita paling suka kayak ‘oke, kita punya produk ini pasti ada masalahnya’ gitu. Padahal, gak selamanya kayak gitu, justru harusnya kita berangkat dari sebuah masalah dan akhirnya keluar sebuah produk,” ujar Lifi dalam ITB Podcast.

Simak cerita lengkapnya: ITB Podcast - Menjadi Mahasiswa ITB dan Berprestasi

Untuk bisa menjadi mahasiswa berprestasi bukan hanya prestasi akademik yang dicapainya, lebih dari itu Lifi sepakat bahwa seorang mahasiswa juga harus memberikan impact kepada masyarakat sekitar. Bahkan empat bulan sebelum masuk kuliah, Lifi pernah menjadi relawan untuk mengajar olimpiade Biologi di suatu daerah di Jawa Tengah. Di sana ia berusaha membuat anak-anak didiknya belajar bukan atas dasar disuruh gurunya melainkan karena benar-benar curious dengan Biologi.

Lifi juga pernah menjadi panitia Aku Masuk ITB (AMI), di sana ia melakukan promosi ke sekolah-sekolah bukan hanya sekedar mensosialisasikan ITB namun juga mensosialisasikan persiapan lebih lanjut menuju perguruan tinggi, ia merasa ter-fulfill melihat adik-adik SMA memiliki curiousity dan keinginan kuat untuk lanjut kuliah.

Di University of Pennsylvania pun Lifi diajak teman-teman untuk membuat culture fair dan menjadi satu-satunya anak IISMA yang menjadi salah satu executive board-nya. Ia belajar bagaimana caranya bisa memperkenalkan Indonesia di Philadelphia, engage dengan komunitas Aceh yang ada di South Philadelphia dan mendengar perjuangan mereka sebagai diaspora Indonesia di Amerika Serikat. Ketika balik ke Indonesia, Lifi menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Elektroteknik (HME) ITB dan mencoba membangun himpunannya.

“Himpunan membuatku lebih realistis, it’s okay for fail, it's okay kalau ternyata hasilnya gak sesempurna itu, itu menjadi pembelajaran berharga juga buat aku, memang gak serta merta impact-nya langsung gede banget tapi deep inside itu memberikan aku sebuah definisi dari keluarga baru dan hal-hal yang gak ideal itu bisa langsung dikritisi. 

Yang aku banggakan dari himpunan semua suara bisa diproses dan didengarkan. Jadi tahu, ‘oh sebenarnya gini ya kebutuhan orang lain’,” ungkap Lifi.

Lifi punya rahasia dan kiat-kiat untuk mahasiswa-mahasiswa lain yang ingin berprestasi sepertinya dan untuk adik-adik SMA yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Untuk mahasiswa yang ingin berprestasi sepertinya, Lifi berpesan bahwa yang perlu dikejar bukanlah label melainkan nilai (value).

“Cari value-value yang membuat kamu pantas dianggap mahasiswa berprestasi. Jangan kejar title-nya tapi kejar value-nya, apa yang bisa membuatmu berharga. Selain itu, kita juga harus memberdayakan orang lain, gak cukup kalau hanya fulfill diri kita sendiri,” pesannya.

Untuk adik-adik SMA yang sebentar lagi akan memasuki perguruan tinggi, Lifi berpesan, “Sebelum memilih program studi, find your why, kenapa sih kamu harus masuk ranah itu? Jangan sampai masuk ke suatu jurusan karena ikut-ikutan aja, harus karena keinginan peribadi, karena apa yang sudah kamu lihat dari diri kamu sendiri. Cari tahu apa yang kamu suka pelajari, karena pilihan kamu adalah pilihan yang hanya bisa kamu kontrol. Don’t let people take control of your life.”

Reporter: Alisha Syakira Triawan (Kewirausahaan, 2024)