Orasi Ilmiah Prof. Thomas Djamaluddin: Seabad Observatorium Bosscha dan Menyongsong Astronomi Indonesia Ke Masa Depan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Tahun 2023 adalah tahun yang istimewa bagi sejarah dan perkembangan astronomi di Indonesia. Keistimewaan tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc., dalam orasi ilmiahnya pada Peringatan 103 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia, Senin (3/7/2023).
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menyampaikan orasi berjudul “Seabad Observatorium Bosscha dan Menyongsong Astronomi Indonesia Ke Masa Depan”.
Observatorium Bosscha diresmikan pada tahun 1923. Ada tiga faktor utama terwujudnya observatorium di Jawa. Pertama, karena alasan scientific yakni perlunya observatorium di belahan bumi selatan. Kedua, adanya dorongan dari astronom Dr. J.G.E. Voute yang tertarik dengan pengamatan bintang ganda. Ketiga, adanya dukungan yang kuat dari Bosscha. Dengan dukungan berbagai pihak terkait, akhirnya observatorium pertama di Jawa bisa diwujudkan yakni Observatorium Bosscha dengan Voute sebagai direktur pertama.
Ada tiga teleskop besar yang terdapat di Observatorium Bosscha, yakni Teleskop Zeiss, Teleskop Bamberg, dan Teleskop Schmidt “Bimasakti”. Selain teleskop besar, terdapat juga beberapa teleskop kecil yang digunakan untuk riset dan pendidikan. Untuk pengembangan riset dan pendidikan multi panjang gelombang, dikembangkan teleskop radio kecil.
Prof. Thomas mengulas salah satu program Observatorium Bosscha. Pada tahun 1997, Jasinta membuat basis data bintang ganda visual yang diamati selama 70 tahun sejak 1924. Basis data tersebut mengkompilasi sekitar 10.000 data dari 600 pasang bintang ganda. Sekitar 60 pasang di antaranya memiliki orbit yang telah lengkap digambarkan. Lebih dari 20 publikasi dijadikan rujukan dalam penyusunan basis data tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Observatorium Bosscha dalam riset bintang ganda khususnya di langit selatan.
Tantangan terbesar bagi observatorium optik adalah ancaman polusi cahaya dari perkembangan kota di sekitarnya. Sedangkan untuk observatorium radio tantangannya adalah ancaman penggunaan frekuensi radio.
Tantangan tersebut sudah dialami Observatorium Bosscha akibat polusi cahaya di daerah Bandung. Itu sebabnya, pada tahun 2000-an, para astronom dan periset dari ITB khususnya dari prodi Astronomi melakukan pencarian lokasi baru untuk pembangunan observatorium. Menurut penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa daerah Nusa Tenggara Timur adalah wilayah terbaik untuk lokasi observatorium, tepatnya di Gunung Timau, Kabupaten Kupang.
Prof. Thomas menjelaskan proses pengajuan pembangunan observatorium tersebut. Akhirnya, dengan kerja keras dan kerja sama antar pihak terkait, pembangunan Observatorium Nasional mendapat alokasi anggaran dan program pembangunan dimulai tahun 2019. Tetapi karena kendala pandemi Covid, maka pembangunannya tertunda. Observatorium Nasional ini diharapkan dapat bertahan minimal 50 tahun seperti Observatorium Bosscha. Untuk itu, digagas Taman Nasional Langit Gelap, suatu konsep wisata khas yang memanfaatkan keindahan langit malam bertabur bintang.
Observatorium Nasional Timau direncanakan akan memiliki teleskop 3,8 meter yang masih dalam proses pembangunan. Teleskop yang akan diberi nama Teleskop Timau ini akan menjadi teleskop terbesar di Asia Tenggara.
Teleskop Timau diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengamatan planet-planet di luar tata surya (eksoplanet) dan objek redup lainnya seperti asteroid, satelit, dan komet dengan kualitas yang lebih baik. Untuk keperluan fotometri, telah disiapkan dua jenis kamera, yaitu tri optika dan nirka. Selain teleskop besar, Observatorium Nasional Timau juga dilengkapi dengan beberapa teleskop kecil untuk pengamatan matahari, objek tata surya dan antariksa.
Prof. Thomas juga menunjukkan gambar Kompleks Observatorium Nasional Timau yang masih dalam tahap pembangunan. “Diharapkan tahun 2023 ini, setelah teleskop terpasang, Observatorium Nasional ini bisa diresmikan,” harapnya.
“Perjalanan panjang Observatorium Bosscha dengan beragam capaiannya, khususnya untuk pengamatan langit selatan, kita lanjutkan dengan perjuangan mewujudkan dan memanfaatkan Observatorium Nasional Timau dalam suatu kolaborasi nasional dan internasional yang makin kuat,” ungkap Prof. Thomas dalam akhir orasinya.
Reporter: Erika Winfellina Sibarani (Matematika, 2021)