Pengabdian Kepada Masyarakat oleh Tim Geologi ITB Guna Memenuhi Kebutuhan Air Bersih di Desa Pangalengan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki curah hujan tinggi di Indonesia. Meski demikian, di daerah Pangalengan, Kabupaten Bandung, kerap terjadi kekurangan air minum karena beberapa mata air tidak memiliki kualitas yang baik untuk diminum.
Masalah tersebut dikarenakan, air resapan melewati batuan yang memiliki kandungan Fe (besi) dan Mn (mangan) sehingga kadar mineral tersebut tinggi dan menyebabkan secara fisik air berwarna kuning kecoklatan, serta berbau. Sehingga kandungan mineral dalam air melampaui ambang batas untuk air layak minum. Hal inilah yang mendasari dosen Teknik Geologi ITB, Arif Susanto dan tim untuk membantu permasalahan masyarakat di Desa Pangalengan.
Selama melakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) tahun ini, Arif dibantu oleh rekan dosen Dasapta Erwin Irawan dan mahasiswa Joshua Satriana, Barry Majeed, dan Gilang Enggar Lana. Bersama tim, awalnya hanya melakukan pengambilan data geologi di lereng Gunung Malabar untuk keperluan data S3. Tetapi pada saat di lapangan ia menemukan masalah seperti kesusahan air yang layak minum. “Maka dari itu tim kami mengajukan proposal ke LPPM-ITB untuk membantu masyarakat dalam bentuk memetakan mata air, meneliti kuantitas dan kualitas mata air, membangun bak penampungan air bersih dan kegiatan kali ini adalah kegiatan tahun ketiga yang sebelumnya telah dilakukan di Kampung Cigoong, Desa Tarumajaya pada 2015 dan Kampung Cinyiruan, Desa Pangalengan pada 2017,” ujarnya.
*Pembuatan bak penampung air
Proses pembuatan bak penampungan air di Desa Pangalengan telah dilakukan sejak Mei 2018 untuk berdikusi dengan Tati Yulian Domo selaku Kepala Desa Pangalengan dan warga sekitar. Kegiatan selanjutnya adalah survei mata air yang ada di Desa Pangalengan. “Terdapat 14 mata air yang disurvei dan menurut kami terdapat 4 mata air yang layak diambil sampelnya. Setelah diuji ada 1 mata air yang layak untuk digunakan sebagai air minum. Komponen yang diteliti adalah kandungan mineral, ph, warna, bau, dan lain-lain,” jelasnya.
Setelah menentukan mata air, hal selanjutnya adalah membangun bak penampungan air pada Oktober 2018. Kegiatan pembangunan ini melibatkan seluruh masyarakat supaya masyarakat mempunyai rasa memiliki sehingga bak penampungan air ini dapat dijaga dan dirawat bersama. Pembangunan bak penampungan ini berukuran 3m x 2,3m x 2,3m dengan debit air diperkirakan sekitar 2 liter/detik. Bak ini selesai pada minggu ketiga November 2018. “Saat ini bak penampungan sudah siap untuk memenuhi kebutuhan air bersih ke warga yang tinggal di RW 12, 13, dan 14 Kampung Langbong atau sekitar 800 kepala keluarga,” papar Arif.
*Survei kondisi mata air
Acara PKM kali ini diakhiri dengan sosialisasi mengenai pengelolaan mata air dan mitigasi bencana geologi yang disampaikan oleh Arif dan Erwin. Acara yang dilakukan di Kantor Desa Pangalengan pada 25 November 2018 ini dihadiri oleh Ibu Kades dan 60 warga sekitar. Selain diajari untuk mengelola air, warga juga harus mengerti mengenai mitigasi bencana geologi karena pada 2 September 2009 Desa Pangalengan termasuk daerah yang paling parah terkena dampak gempa bumi dengan kekuatan 7,3 Skala Richter dan pada 5 Mei 2015 di timur Pangalengan tepatnya di Kampung Cibitung Desa Margamukti terjadi longsor yang merenggut korban jiwa.
"Masyarakat harus sadar dengan aktivitas alam dan usaha untuk menjaga lingkungan,” tutur Arif. Setelah kegiatan sosialisasi, Arif dan warga melakukan penanaman pohon surian dan pohon kayu putih di sekitar bak penampungan. Melalui upaya pengabidan tersebut, Arif berharap ke depannya tersedia bak penampungan air di sekitar Gunung Malabar. “Air adalah kebutuhan vital di masyarakat. Sudah seharusnya kita menolong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan itu sekaligus membuka mata kita tentang permasalahan yang ada di masyarakat dan mencari solusinya bersama-sama,” pungkasnya.
Reporter: Billy Prabowo