Pengelolaan Limbah Harus Mendapatkan Prioritas dari Berbagai Pihak
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
Foto ilustrasi pengelolaan sampah di ITB. (Dok. Humas ITB)
BANDUNG, itb.ac.id –Associate Professor di School of Engineering and Built Environment di Griffith University, Sunil Herat, Ph. D., mengatakan, manajemen limbah saat ini adalah sebuah tantangan di seluruh dunia, terutama di kota-kota besar. Berbagai faktor seperti pertumbuhan populasi dan konsumsi bahan-bahan pokok menyebabkan banyaknya limbah padat domestik dan industri.
Hal itu ia sampaikan dalam sebuah webinar bertajuk “Waste Management and Circular Economy: A Global Perspective”. yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Sipill dan Lingkungan (FTSL) ITB berkolaborasi dengan Griffith University.
Herta menjelaskan, menurut World Bank, produksi limbah di wilayah Asia dan Pasifik adalah tertinggi di dunia, mencakupi 23% dari limbah sedunia. Karena ini, pengelolaan limbah padat harus dijadikan layanan masyarakat yang penting. “Pengelolaan sampah harus mendapatkan prioritas yang sama dengan sektor lainnya,” kata Dr. Herat.
Ia menjelaskan, terdapat beberapa contoh limbah padat yang saat ini merupakan masalah besar yang harus cepat ditangani, yaitu limbah plastik, di mana jumlah produksinya diproyeksi terus bertambah. Prediksi situasi tersebut pada tahun 2050 adalah jumlah sampah plastik akan melebihi jumlah populasi ikan di laut.
Contoh berikutnya adalah limbah sisa makanan yang dihasilkan dari tahap produksi, pengolahan, distribusi, serta beberapa limbah B3 yang dapat merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Untuk limbah B3, sejumlah negara tidak mempunyai fasilitas maupun keahlian untuk penanganannya, sehingga sektor pelayanan ini dikenal cukup mahal untuk dilakukan.
Agar pengelolaan limbah yang baik dapat dicapai, SDG ke-12 dapat ditetapkan sebagai patokan segala rencana manajemen, yaitu memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Industri 4.0 membuka berbagai peluang dan cara untuk mencegah dan mengurangi produksi limbah akibat pengunaan teknologi untuk membantu. Beberapa ide yang mengoptimalkan manajemen limbah dapat dilaksanakan melalui keseimbangan antara aspek teknologi dan non-teknis- dari sinilah keberlanjutan produk dapat dicapai.
Foto: Tangkapan layar paparan dari Sunil Herat, Ph. D.
Pelaksanaan manajemen limbah yang baik dapat dilakukan malalui penerapan ekonomi sirkular, yaitu pengunaan produk-produk atau sumber daya selama mungkin serta pemulihannya di akhir masa pengunaannya. Bedanya dengan ekonomi linier adalah sumber dayanya sendiri; ekonomi linier terjadi dari pengunaan sumber daya terbatas sedangkan ekonomi sirkuler berasal dari sumber daya yang dapat diperbarui. Pemahaman ide ini dapat dilihat dari analisa siklus pengunaan produk, di mana masa produksi, penggunaan dan pembuangan barang ditinjau supaya dampak lingkungannya dapat dievaluasi. Karena ini, konsep ekonomi sirkuler diterapkan untuk meminimalisir jarak antara produksi dan pengunaan barang-barang sekaligus menurunkan harga jual kepada masyarakat.
Walaupun mencapai zero-waste susah bahkan dengan penerapan ekonomi sirkular, namun bukan tidak mungkin bisa tercapai selama proses pelaksanannya dilakukan secara berkelanjutan.
“Limbah tidak dapat diperlakukan sebagai layanan gratis. Jika kita membuatnya, kita juga harus membayarnya,” Doktor Herat menyampaikan.
Biaya yang terkumpul dapat dialokasikan untuk meningkatkan manajemen limbah agar lebih efektif dan efisien. Selama pemerintah ingin berinvestasi dan memprioritaskan sektor manajemen limbah, pengumpulan biaya dan pengelolaan sampah dapat berjalan lancar.
Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)