Peningkatan Pariwisata Desa Wisata Kabau Darat untuk Mempererat Keindonesiaan
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id — Tren perjalanan wisata saat ini lebih condong pada lokasi yang sudah populer dengan fasilitas memadai. Sementara kawasan yang masih berkembang cenderung kalah pamor dan memerlukan dukungan lebih besar. Salah satunya Desa Kabau Darat yang masih terdengar sangat asing di telinga dan kemolekan wilayahnya belum dikenal secara luas. Kabau Darat adalah sebuah desa di Kabupaten Kepulauan Sula. Letaknya terpaut lebih dari 360 km dari jantung pemerintahan Provinsi Maluku Utara dan lebih dekat dengan Ambon, Provinsi Maluku. Desa ini dikategorikan tertinggal jika ditilik dari Indeks Desa Membangun (IDM) yang memiliki nilai 0,556.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) menginisiasi pengabdian masyarakat bersama Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) serta Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan (P-P2Par) ITB untuk meningkatkan pariwisata Desa Kabau Darat. Kemitraan ini berawal dari aplikasi Desanesha, aplikasi garapan LPPM ITB yang bertujuan untuk menangkap isu dan permasalahan di desa khususnya pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Kolaborasi ini menjadi bagian dari komitmen ITB untuk ambil bagian dalam mengentaskan kawasan 3T melalui pengembangan desa wisata.
Pengembangan desa wisata merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki Desa Kabau Darat. Diharapkan seluruh sumber daya yang ada di desa tersebut dapat teroptimalkan. Tim pengabdian Kabau Darat dikepalai oleh Alhilal Furqan, B.Sc., M.Sc., Ph.D., yang dibantu oleh Abadi Raksapati, Asad Farag, Syafira Ayudarechta Tara Wendita, dan Muhammad Najih Fasya.
“Pada tahun 2023 kami melakukan dua tahapan pengabdian. Tahapan pertama yaitu pendampingan untuk melakukan identifikasi potensi daya tarik wisata yang telah 5 dilaksanakan pada 28 Agustus-1 September. Tahapan selanjutnya dilakukan pada 5-12 November yang berfokus pada program sosialisasi mengenai peluang untuk membangun desa wisata berbasis masyarakat,” tutur Syafira pada Kamis (6/6/2024).
Pelibatan masyarakat adalah kunci dalam pengembangan desa wisata. Langkah awal yang dilakukan yakni pelatihan dan penjelasan kepada masyarakat tentang konsep desa wisata yang dikemas dalam diskusi informal. Masyarakat perlu memahami bagaimana mereka dapat ikut serta dalam menjaga dan mengelola destinasi pariwisata ini. Pembentukan Destinasi Manajemen Organisasi (DMO), seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau kelompok pemuda setempat. Pembuatan Pokdarwis Desa Kabau Darat akan dilanjutkan pada tahun ini. Kelompok tersebut berfungsi penghubung antara masyarakat, pemerintah, dan pengusaha wisata untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata berjalan selaras dengan kebutuhan dan kepentingan lokal.
Pengembangan desa wisata turut mempertimbangkan beragam produk dan destinasi yang akan menggaet wisatawan. Destinasi primadona di Desa Kabau Darat adalah Telaga Kabau yang terletak di bibir pantai. Keberadaan hutan bakau (mangrove) Telaga Kabau berguna dalam menjaga keseimbangan ekosistem sekitar kawasan ini dari abrasi sekaligus menjadi rumah bagi kerang dan ikan yang dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Daya tarik wisata tersebut dapat ditingkatkan dengan atraksi wisata jetski dan gazebo telaga. Sementara makanan unik yang berusaha dijual dari kearifan lokal, seperti keripik buah bakau, abon kerang, papeda, dan keripik buah bakau.
Upaya untuk mengembangkan pariwisata pedesaan di kawasan terpencil seperti Kabau Darat memerlukan campur tangan pemerintah dan lembaga-lembaga lain di tingkat pusat maupun daerah. Universitas atau lembaga pendidikan lainnya juga perlu dilibatkan untuk melakukan penelitian maupun pengabdian masyarakat untuk melahirkan teknologi tepat guna.
“Semoga program ini bisa menyalakan semangat masyarakat untuk mengembangkan potensi pariwisatanya dan memberikan manfaat dalam skala luas, khususnya bagi masyarakat Desa Kabau Darat,” Najih menuturkan harapannya.
Setiap jengkal tanah Zamrud Khatulistiwa ini selalu menyimpan keindahan surgawinya. Namun, banyaknya pulau yang dimiliki Indonesia tidak bisa dibayangkan jika kita tidak pernah keluar dari pulau tempat tinggal kita. Salah satu yang dapat memfasilitasi hal tersebut adalah dengan berwisata. Geliat pariwisata yang hidup di setiap pulau inilah yang akan mempererat keindonesiaan.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)