Pidato Ilmiah Guru Besar ITB: Penerapan Konsep Biofarmasi dan Farmakokinetika dalam Peningkatan Kualitas Sediaan Obat dan Pengobatan
Oleh
Editor
Bandung, itb.ac.id – Majelis Guru Besar ITB kembali mengadakan Pidato Ilmiah dua anggotanya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB pada hari Jumat lalu (9/3). Salah satu diantaranya adalah Prof. Yeyet Cahyati Sumirtapura dari Prodi Farmasi ITB. Judul Pidato Ilmiah beliau adalah “Penerapan Konsep Biofarmasi dan Farmakokinetika Dalam Peningkatan Kualitas Sediaan Obat dan Pengobatan”. Saat ini beliau menjadi anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan menjabat sebagai Asesor Kepala Komite Akreditasi Nasional.
Secara umum, pidato beliau terdiri atas empat bagian utama. Pertama kali beliau membahas tentang obat dan mekanisme kerjanya. Keberhasilan suatu pengobatan ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor kualitas sediaan obat dan regimen dosis yang diberikan. Biofarmasi berperan dalam peningkatan kualitas sediaan obat, sedangkan Farmakokinetika berperan dalam penentuan regimen dosis obat yang tepat, sehingga efek terapi dapat dicapai dan efek samping dapat dicegah. Obat bekerja menghasilkan efek farmakologinya melalui salah satu cara berikut: (a) bekerja secara fisika (misalnya efek perlindungan dari sediaan salep), (b) bekerja melalui suatu reaksi kimia (misalnya antisida), dan (c) melalui interaksi non-kovalen dengan apa yang disebut dengan reseptor. Kebanyakan obat bekerja melalui mekanisme yang ketiga, yaitu interaksi dengan reseptor. Interaksi antara senyawa obat dengan reseptor merupakan interaksi yang spesifik seperti interaksi antara enzim dengan substrat.
Selanjutnya beliau membahas tentang penerapan konsep biofarmasi dalam peningkatan kualitas sediaan obat. Penerapan konsep biofarmasi dalam peningkatan kualitas sediaan obat mencakup semua kegiatan penerapan konsep biofarmasi untuk memodifikasi atau mengendalikan sebagian atau semua proses biofarmasetik sediaan obat, untuk mencapai kecepatan pelepasan, disolusi, difusi, dan absorpsi zat aktif yang diinginkan, yang arahnya bisa meningkatkan atau memperlambat laju proses. Prof. Yeyet Cahyati juga turut berkontribusi dalam pengembangan sejumlah produk yang kualitas biofarmasetiknya telah diperbaiki/disempurnakan, seperti produk asam mefanamat, natrium diklofenak, glimepirid, dan sejumlah obat yang termasuk obat esensial nasional.
Prof. Yeyet Cahyati S kemudian melanjutkan dengan pembahasan mengenai penerapan konsep farmakokinetik dalam peningkatan kualitas pengobatan. Penerapan konsep ini terkait dengan penyusunan regimen dosis obat yang tepat (mencapai sasaran) dan efisien. Dalam penetapan regimen dosis dapat dibedakan menjadi regimen dosis baku untuk keadaan normal (tidak ada gangguan ginjal, gangguan hari, interaksi obat, dll) dan regimen dosis individual yang ditetapkan untuk setiap penderita. Regimen dosis yang ideal akan membutuhkan suatu loading base atau initial dose (dosis awal) dan maintenance dose (dosis pemeliharaan). Dengan menggunakan konsep farmakokinetika, loading dose dan maintenance dose dapat dihitung secara eksak sesuai yang diinginkan.
Di akhir pidatonya beliau menyampaikan permasalahan dan tantangan yang ada berkaitan dengan peningkatan kualitas obat dan pengobatan. Beberapa hambatan yang terdapat di Indonesia diantaranya masih terbatasnya sumber daya manusia di rumah sakit yang memiliki kualifikasi utuk dapat menerapkan konsep-konsep farmakokinetika dalam pengobatan. Selain itu dibutuhkan dukungan peralatan yang cukup canggih yang pada umumnya belum dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Sebagai disiplin ilmu dan profesi yang sangat berkaitan dengan kualitas kesehatan manusia, farmasi merupakan bidang kajian multi kompetensi yang dipengaruhi oleh nilai budaya, tradisi, etik, dan sosial, disamping pertimbangan ekonomi masyarakat.
Secara umum, pidato beliau terdiri atas empat bagian utama. Pertama kali beliau membahas tentang obat dan mekanisme kerjanya. Keberhasilan suatu pengobatan ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor kualitas sediaan obat dan regimen dosis yang diberikan. Biofarmasi berperan dalam peningkatan kualitas sediaan obat, sedangkan Farmakokinetika berperan dalam penentuan regimen dosis obat yang tepat, sehingga efek terapi dapat dicapai dan efek samping dapat dicegah. Obat bekerja menghasilkan efek farmakologinya melalui salah satu cara berikut: (a) bekerja secara fisika (misalnya efek perlindungan dari sediaan salep), (b) bekerja melalui suatu reaksi kimia (misalnya antisida), dan (c) melalui interaksi non-kovalen dengan apa yang disebut dengan reseptor. Kebanyakan obat bekerja melalui mekanisme yang ketiga, yaitu interaksi dengan reseptor. Interaksi antara senyawa obat dengan reseptor merupakan interaksi yang spesifik seperti interaksi antara enzim dengan substrat.
Selanjutnya beliau membahas tentang penerapan konsep biofarmasi dalam peningkatan kualitas sediaan obat. Penerapan konsep biofarmasi dalam peningkatan kualitas sediaan obat mencakup semua kegiatan penerapan konsep biofarmasi untuk memodifikasi atau mengendalikan sebagian atau semua proses biofarmasetik sediaan obat, untuk mencapai kecepatan pelepasan, disolusi, difusi, dan absorpsi zat aktif yang diinginkan, yang arahnya bisa meningkatkan atau memperlambat laju proses. Prof. Yeyet Cahyati juga turut berkontribusi dalam pengembangan sejumlah produk yang kualitas biofarmasetiknya telah diperbaiki/disempurnakan, seperti produk asam mefanamat, natrium diklofenak, glimepirid, dan sejumlah obat yang termasuk obat esensial nasional.
Prof. Yeyet Cahyati S kemudian melanjutkan dengan pembahasan mengenai penerapan konsep farmakokinetik dalam peningkatan kualitas pengobatan. Penerapan konsep ini terkait dengan penyusunan regimen dosis obat yang tepat (mencapai sasaran) dan efisien. Dalam penetapan regimen dosis dapat dibedakan menjadi regimen dosis baku untuk keadaan normal (tidak ada gangguan ginjal, gangguan hari, interaksi obat, dll) dan regimen dosis individual yang ditetapkan untuk setiap penderita. Regimen dosis yang ideal akan membutuhkan suatu loading base atau initial dose (dosis awal) dan maintenance dose (dosis pemeliharaan). Dengan menggunakan konsep farmakokinetika, loading dose dan maintenance dose dapat dihitung secara eksak sesuai yang diinginkan.
Di akhir pidatonya beliau menyampaikan permasalahan dan tantangan yang ada berkaitan dengan peningkatan kualitas obat dan pengobatan. Beberapa hambatan yang terdapat di Indonesia diantaranya masih terbatasnya sumber daya manusia di rumah sakit yang memiliki kualifikasi utuk dapat menerapkan konsep-konsep farmakokinetika dalam pengobatan. Selain itu dibutuhkan dukungan peralatan yang cukup canggih yang pada umumnya belum dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Sebagai disiplin ilmu dan profesi yang sangat berkaitan dengan kualitas kesehatan manusia, farmasi merupakan bidang kajian multi kompetensi yang dipengaruhi oleh nilai budaya, tradisi, etik, dan sosial, disamping pertimbangan ekonomi masyarakat.