Presentasi Program Riset Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi 2006

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Jumat (5/5) kemarin di Gedung BSC A ITB, Bambang Sudjiatmo selaku Deputi Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) mempresentasikan program riset insentif KMNRT di depan para mahasiswa program doktoral (S3) ITB dan dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB. Program riset insentif adalah salah satu dari empat program KMNRT berdasarkan Jakstranas (Kebijakan Strategis Nasional) 2005-2009 untuk menumbuhkan budaya penelitian dan pengembangan (Litbang) di Indonesia. Pada presentasinya, Sudjiatmo memperlihatkan bagaimana Indonesia tertinggal dari negara lainnya dalam hal Litbang, salah satu indikatornya adalah dari jumlah belanja Litbang Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya di Asia. Hal ini berimbas kepada rendahnya daya saing negara Indonesia terhadap negara lain Selain itu terdapat fenomena “supply forced demand creation” dalam bidang Litbang di Indonesia, dimana para peneliti Indonesia meneliti sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga pasar untuk hasil penelitian tersebut harus terlebih dahulu diciptakan. Dalam program riset insentif ini, proposal penelitian yang diajukan dapat berupa riset dasar, terapan, peningkatan kapasitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sistem produksi, percepatan difusi dan pemanfaatan iptek, serta riset unggulan nasional (Rusnas). Adapun bidang penelitian, sesuai dengan Jakstranas difokuskan ke dalam 6 bidang: pangan, energi, transportasi, ICT atau teknologi komunikasi dan informasi, pertahanan dan kesehatan. Pertanyaan muncul dari para mahasiswa S3 FMIPA yang hadir berkenaan dengan pemilihan enam bidang fokus penelitian yang tidak memasukkan bidang, misalnya, lingkungan. Sudjiatmo mengatakan bahwa pemilihan enam bidang fokus itu tidak ditentukan oleh KMNRT melainkan oleh pemerintah. Begitupun halnya dengan pertanyaan mahasiswa lain tentang mengapa bidang penelitian yang diberikan opsinya kurang spesifik, dijawab Sudjiatmo dengan alasan bahwa program seperti itu sudah pernah diadakan dan tidak terbukti lebih baik dibandingkan dengan bidang yang lebih umum cakupannya. Ditemui seusai presentasinya, Sudjiatmo mengatakan bahwa hasil riset ITB kurang populer dibandingkan dengan perguruan tinggi lain karena buruknya pemasaran. Maka tujuan diadakannya program riset insentif ini adalah untuk memicu kompetisi sehat antar universitas di Indonesia untuk menghasilkan penelitian yang berguna untuk masyarakat dalam waktu dekat. Itulah sebabnya diharapkan jumlah riset terapan lebih banyak dari riset dasar. Untuk informasi lebih lanjut tentang program riset insentif ini, kunjungi http://www.ristek.go.id/index.php?mod=File&conf=frame&abs=1&file=file_upload/program/prog_insentif.htm (astriddita)