Prof. Frans Mardi Hartanto: Evolusi Paradigma Bisnis

Oleh Ninik Susadi Putri

Editor Ninik Susadi Putri

BANDUNG, itb.ac.id - Apakah Indonesia sudah menjadi negara industri? Pertanyaan tersebut mengawali sesi kuliah tamu yang diselenggarakan Program Studi Teknik Industri (TI) dan Manajemen Rekayasa Industri (MRI) ITB. Kuliah ini menghadirkan salah satu Guru Besar Program Studi TI dan MRI yaitu Prof. Dr. Ir. F. X. Mardi Hartanto sebagai narasumber. Bertempat di Ruang Seminar TI dan MRI pada Rabu (29/01/14) diadakan kuliah tamu dengan topik "Perkembangan Terkini Praktik dan Riset di Bidang Manajemen Industri"

Mardi menjelaskan bahwa negara industri adalah negara yang dapat menghasilkan alat-alat produksi. Indonesia  belum dapat dikatakan sebagai negara industri. Hal itu dikarenakan mentalitas bangsa Indonesia masih terjajah. Indonesia hanya senang menjadi klien dan menerima apa yang orang lain katakan. Para pemimpin Indonesia belum mengenal budaya bangsanya sehingga Indonesia belum dapat menjadi negara industri.

Industri tentu erat kaitannya dengan dunia bisnis. Saat ini banyak sekali perubahan yang sangat mendasar. Terbukti dengan banyak teori, praktek, dan kebiasaan lama dipertanyakan para kririkal. Teori adalah sesuatu yang berhubungan dengan hukum alam. Ketika kita telah menemukan sesuatu dan dapat langsung dipraktekkan. Tetapi jika teori melibatkan aspek manusia teori tersebut belum tentu dapat langsung dipraktekkan. Selama terdapat unsur manusia terdapat dua hal yang menjadi sorotan yaitu kontekstual kultural berupa budaya dan sosial politik, dan contigent berupa waktu dan tempat.

Saat ini banyak perusahaan yang hanya mengutamakan laba besar sebagai suatu keberhasilan. Hal tersebut sebenarnya malah menyebabkan malapetaka dan sulit untuk bertahan. Seharusnya sebuah keberhasilan diukur sebagai konsekuensi suatu usaha bersama dan menjalankan praktek bisnis dengan semangat kebersamaan yang tulus. "Winning is everything, tetapi belum dicapai kalau masih tidak bisa menerima kekalahan," ujarnya. Melalui kerja keras dan kerja cerdas akan terwujud commonwealth yaitu kekayaan bersama, bukan sebagai perseorangan.

Paradigma bisnis yang hanya mengutamakan laba tentu sudah tidak relevan dengan perkembangan saat ini. Mengutamakan faktor manusia menjadi penting agar dapat terus bertahan dan berkembang. Pekerja pantas memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil usaha sebagai buah dari kerja keras dan bertanggungjawab secara konsisten. Oleh karena itu, bisnis harus dikelola manusiawi yaitu dengan bertumpu pada kebajikan dan potensi insani. Evolusi bisnis saat ini adalah bukan soal pertumbuhan laba (profit growth), tetapi kemampuan berlaba (profitability) dengan semangat untuk maju dan berkembang. Karena laba adalah sebuah konsekuensi dari sebuah bisnis yang maju dan bertumbuh kembang bersama. "We don't measure succsess, but we feel success," ucap Mardi dengan penuh semangat.