Prof. Jann Hidajat Berikan Kuliah Umum Ekonomi Berbasis Pengetahuan

Oleh Neli Syahida

Editor Neli Syahida

BANDUNG, itb.ac.id - Indonesia terkenal akan SDA-nya yang melimpah. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia, tentunya juga tidak akan pernah kekurangan SDM. Namun, kenyataannya ekonomi Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lain yang SDA dan SDM-nya di bawah Indonesia. Menurut Presiden KMSI (Knowledege Mangement Society of Indonesia), Prof. Jann Hidajat Tjakraatmadja, hal ini disebabkan oleh ekonomi yang tidak berlandaskan IPTEK. Opini tersebut disampaikannya dalam Studium Generale "Saving Indonesia Economy Through Knowlede-Based Economy" pada Sabtu (03/11/12) di Aula Barat ITB.

Dalam materinya, beliau menggagas konsep integrasi Natural Resources-Based Economy dengan Knowledge-Based Economy untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan. "Pertanyaannya adalah apakah kita memiliki pengetahuan yang cukup baik untuk memanfaatkan sumber daya alam nasional untuk kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya?", sentil Prof. Jann.

Beliau memberikan contoh negara lain yang sukses menerapkan konsep Knowledge-Based Economy, yaitu Korea Selatan. Korea Selatan bukanlah sebuah negara dengan SDA yang melimpah seperti Indonesia. Bahkan, pada tahun 1960-an Korea Selatan memiliki GDP yang sedikit dibawah GDP Indonesia. Namun, perlahan-lahan Korea Selatan bangkit dengan menerapkan konsep Knowledge-Based Economy-nya, hingga pada tahun 2005 GDP Korea enam kali lipat GDP Indonesia.

"Ada kecenderungan yang buruk dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini," ungkapnya. Berdasarkan data yang dia paparkan, semakin tinggi Gross Domestic Product (GDP) per capita Indonesia, semakin turu indeks GINI (indeks yang mengukur tingkat perbedaan pendapatan antara masyarakat penghasilan tinggi dengan rendah) dan EPI (indeks yang mengukur tingkat pencemaran lingkungan. "Kita butuh pembangunan Ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan berkeadilan," imbuhnya.

Ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan berkeadilan ini digambarkan seperti sebuah bangunan dengan fondasinya adalah kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menyokong dan mengembangkan sistem pendidikan, pelatihan, dan pusat riset. Sedangkan kedua pilarnya adalah institusionalisasi knowledge hub concepts dan institusionalisasi sistem inovasi regional-quadro helix.

Knowledge hub concepts pada dasarnya menyehatkan hubungan antara universitas sebagai pusat pendidikan dengan berbagai industri dan bisnis. Sedangkan regional-quadro helix mensinergikan pemerintah sebagai pembuat kebijakan, industri sebagai penghasil produk, pusat riset sebagai sumber pengetahuan, dan masyarakat sebagai pusat untuk berbagi pengetahuan.

Terakhir, pusat dari bangunan itu terletak pada kepemimpinan. "Dari semua konsep kepemimpinan yang saya pelajari, kepemimpinan yang paling tepat diterapkan di Indonesia adalah pemimpin yang ing madyo mangun karso," ujar Prof. Jann. Ciri-ciri pemimpin ing madyo mangun karso di antaranya adalah mau mendengarkan dan memberi arahan yang jelas, memotivasi dan menumbuhkan rasa saling percaya, membangun kolaborasi dan sinergi dari beragam potensi yang ada, serta membawa komunitas menuju visi bersama. Output yang diharapkan akan dicapai dari sistem tersebut adalah Integrasi KEI-GDP-GINI dan EPI.

Pada kuliah umum ini, duta besar Finlandia, Kai Sauer, juga ikut memberikan kuliah umum mengenai perkembangan ekonomi Finlandia yang berbasiskan pengetahuan. "Finlandia dulunya sama seperti Indonesia yang menerapkan ekonomi berbasis SDA. Sejak krisis 1990 terjadi, Finlandia cepat bangkit lagi dan berubah haluan mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan," ujar Kai.