Prof. Mikrajuddin Bagikan Kiat-Kiat Riset yang Mudah dan Murah

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Salah satu poin tri dharma perguruan tinggi adalah penelitian. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan solusi atau kesimpulan dari suatu permasalahan. Seorang peneliti perlu melakukan riset untuk menemukan alternatif penyelesaian dari sebuah isu atau memperkaya ilmu pengetahuan. Namun, dalam melakukan riset, banyak hal yang dapat menjadi kendala.

Pada Selasa (4/10) lalu, LPPM ITB mengadakan Discussion Series bertajuk “Research Opportunities for Less-facilitated Researchers” secara daring. Seri diskusi ini dimoderatori oleh salah satu dosen peneliti di FTI, yaitu Kiki Adi Kurnia, dan dibuka dengan sambutan dari Dr. Yuli S. Indartono selaku ketua LPPM ITB yang membahas perihal fasilitas riset. “Tidak semua laboratorium di ITB memiliki fasilitas yang sama,” ujarnya, sehingga diskusi ini sangat penting bagi para periset agar tidak terbatas akan fasilitas yang ada, dan tetap berkarya.

Prof. Dr. Eng. Mikrajuddin, M.Si selaku narasumber menyampaikan pesan pembuka bahwa materi yang ia bagikan bertujuan untuk membangkitkan semangat, khususnya para peneliti muda, untuk tidak putus asa. “Keterbatasan yang kita miliki bisa kita akali dengan kreativitas. Tidak semua dari kita beruntung mendapatkan fasilitas yang cukup untuk riset karena keterbatasan dari pemerintah dan institusi. Melakukan riset dengan produktivitas lebih rendah dari kondisi ideal lebih baik daripada kita tidak melakukan apa pun sama sekali.”

Tangkapan layar saat Prof. Mikrajuddin memulai presentasi

Dosen dari Departemen Fisika ITB ini mengatakan bahwa aktivitas riset atau penelitian membutuhkan 3 hal, yakni fasilitas yang sesuai, dana yang cukup, dan lingkungan yang baik. Namun, ketika salah satu atau bahkan ketiganya tidak ada, seorang peneliti harus mampu berpindah dari kebiasaan eksperimental ke kebiasaan pemodelan teoretis. Model yang dibangun dapat diuji oleh percobaan sederhana atau menggunakan data peneliti lainnya.

Prof. Mikra membagikan 20 contoh penelitian yang ia lakukan, yang semuanya bermula pada observasi fenomena sehari-hari. Dimulai dari mengamati kembang api pada malam takbir hingga kemacetan di Kota Bandung, Prof. Mikra menganalisis fenomena tersebut hingga terbentuk model atau persamaan yang sesuai akan fenomena tersebut.

Tangkapan layar saat Prof. Mikrajuddin menjelaskan fenomena pembakaran kembang api

Riset-riset yang dilakukan Prof. Mikrajuddin memerlukan biaya yang murah dengan bahan yang dapat ditemukan sehari-hari. Pada percobaan mengenai kembang api, modal yang diperlukan adalah biaya untuk membeli kembang api. Pada penelitian lain, misal riset mengenai tampi beras, hanya diperlukan biaya sekitar 100 ribu untuk membeli berbagai jenis beras, pasir, kacang hijau, dan bahan berbentuk granular lain.

Peraih penghargaan Habibie Award 2018 dan Lifetime Achievement Material Scientist Award dari MRS-id ini sangat menganjurkan peneliti untuk melihat melampaui keterbatasan yang ada dan bergerak dengan kreativitas. Banyak hal yang bisa dieksplorasi melalui percobaan sederhana tanpa memerlukan biaya yang tinggi. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa peneliti baru tidak perlu minder karena reviewer paper akan melihat paper secara utuh, tanpa memperhatikan ketenaran dari identitas peneliti.

Peneliti yang telah disitasi lebih dari 2.300 kali ini menutup diskusi dengan penuh motivasi. “Tidak semua kondisi akan ideal ketika kita berkarya di institusi masing-masing. Bisa saja institusi tidak punya alat sampai kita pensiun. Kita harus bangga kita bisa menghasilkan ini dengan kondisi yang sangat minimal.”

Penulis: Hasna Khadijah (Teknik Lingkungan, 2019)