Program Pascasarjana Teknik Geodesi dan Geomatika ITB Bekali Mahasiswa dengan Regulasi, Orientasi Akademik, dan Etika Komunikasi
Oleh Merryta Kusumawati - Mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika, 2025
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id – Program Pascasarjana Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar “Pembekalan Penulisan Tesis dan Disertasi” di ITB Kampus Ganesha, Jumat (12/9/2025). Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam bagi mahasiswa Magister dan Doktor terkait regulasi pendidikan pascasarjana, orientasi akademik, serta tren riset terkini di bidang geodesi dan geomatika.
Dekan Fakultas Ilmu Teknologi dan Kebumian (FITB) ITB, Dr. techn. Dudy Darmawan Wijaya, S.T., M.Sc. mengatakan bahwa pembekalan tesis dan disertasi merupakan langkah strategis dalam menyiapkan mahasiswa pascasarjana, sekaligus mendorong lahirnya karya ilmiah yang unggul dan kontributif bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam pembekalan tersebut, para narasumber menyampaikan tiga topik utama. Pertama, peraturan pendidikan magister ITB, opsi studi, serta penyusunan FRS yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Irwan Gumilar, S.T., M.Si. Kedua, hakikat dan tujuan program magister dan doktor yang disampaikan oleh Dr. Andri Hernandi, S.T., M.T. Ketiga, etika komunikasi yang dipresentasikan oleh Brian Bramanto, S.T., M.T., Ph.D.
Target Publikasi dan Penguatan Program Pascasarjana
Dr. Irwan Gumilar selaku ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi sebagai indikator utama pencapaian program pascasarjana. Saat ini jumlah publikasi terindeks Q1 masih terbatas, namun ditargetkan meningkat signifikan hingga 2030. Peningkatan tersebut juga diiringi dengan penguatan kualitas pendidikan pascasarjana melalui bimbingan yang lebih efektif, proses pembelajaran yang adaptif, serta riset yang berkesinambungan.

Beliau mengatakan bahwa arah pengembangan program akan diselaraskan dengan kebutuhan nasional maupun global, termasuk integrasi dengan bidang geodesi, kebencanaan, administrasi pertanahan, dan hidrografi.
“Kita tidak hanya mengejar jumlah, tetapi juga memastikan bahwa setiap riset memiliki relevansi dan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta pemecahan masalah di masyarakat,” ujarnya.
Dengan strategi ini, FITB ITB berkomitmen melahirkan peneliti dan akademisi unggul yang mampu bersaing di tingkat internasional. Menutup pemaparannya, beliau mempertegas komitmen Program Pascasarjana Teknik Geodesi dan Geomatika dengan jargon: “Research, Publish, Impactful.”
Dialektika dan Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pendidikan Pascasarjana
Sementara itu, Dr. Andri Hernandi menyampaikan bahwa pendidikan di jenjang magister dan doktor bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sebuah proses membangun kecintaan terhadap penelitian serta kreativitas. Beliau menyoroti konteks sosial dan budaya Indonesia yang unik, termasuk nilai gotong royong, sebagai kekuatan yang dapat memperkaya penelitian. Menurutnya, keanekaragaman kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di berbagai daerah justru menjadi peluang untuk menghasilkan penelitian yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Beliau mengatakan, pentingnya dialektika dalam berpikir akademik. Mahasiswa pascasarjana diharapkan tidak hanya menerima kesimpulan begitu saja, tetapi berani menguji, menegasikan, dan menyempurnakan argumen melalui proses tesis, antitesis, hingga sintesis. Proses ini menuntut data, fakta, dan metodologi yang tepat agar hipotesis tidak sekadar dugaan, melainkan hasil pemikiran kritis. “Kebenaran dalam ilmu itu tidak pernah final, selalu ada ruang untuk diuji, diperdebatkan, dan disempurnakan,” ujarnya.
Etika Komunikasi sebagai Kunci Keberhasilan Riset Pascasarjana
Adapun Brian Bramanto, Ph.D. menyampaikan pentingnya etika komunikasi interpersonal dalam lingkungan akademik, khususnya di jenjang pascasarjana. Keterbukaan, kesediaan menerima masukan, serta kemampuan menyampaikan ide secara jelas merupakan fondasi utama dalam membangun hubungan yang sehat antara mahasiswa, dosen pembimbing, maupun mitra riset. Sikap menerima kritik tanpa defensif dinilai akan memperkaya proses penelitian dan membantu mahasiswa tumbuh menjadi peneliti yang lebih matang.
Beliau mengingatkan pula bahwa komunikasi yang adil bukan berarti semua pihak harus berperan sama besar, melainkan sesuai kapasitas dan tanggung jawab masing-masing. Keterbukaan untuk berdiskusi, saling menghargai kontribusi, serta menjaga etika dalam berbagi data penelitian menjadi hal yang tidak terpisahkan dari proses akademik. “Penelitian yang baik tidak hanya diukur dari hasilnya, tetapi juga dari cara kita berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain,” ujarnya.
Kegiatan ini memberi pemahaman mengenai aturan akademik dan arah riset, juga mengingatkan pentingnya sikap kritis serta etika dalam berkomunikasi. Dr. Irwan Gumilar berharap mahasiswa dapat memanfaatkan pembekalan ini untuk lebih siap menempuh studi sekaligus menghasilkan karya ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat.







