Pusat Kolaborasi Riset Gaharu Diresmikan: Sinergi ITB, IPB, dan BRIN Optimalkan Potensi Gaharu di Indonesia
Oleh Najma Shafiya - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2020
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) bersama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meresmikan Pusat Kolaborasi Riset (PKR) Gaharu di Ruang Seminar SITH, ITB Kampus Ganesha, Senin (14/10/2024).
Peresmian PKR Gaharu ditandai dengan penandatanganan dokumen dan pemotongan tumpeng oleh Dekan SITH Prof. Endah Sulistyawati, S.Si., Ph.D. bersama dengan Ahmad Rizal dari BRIN, dan pihak IPB berasapkan aroma gaharu yang dibakar.
Hadir juga dalam peresmian Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi Iman Hidayat Ph.D., Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi Dr. Ajeng Arum Sari, Kelapa Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan Dr. Andes Hamuraby, M.Sc., Kepala Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Dr. Ahmad Fathoni, M.Eng., dan Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Asep Hidayat, S.Hut., M.Agr.
Dalam upaya mencapai sasaran pusat kolaborasi riset ini, visi yang dicanangkan adalah menjadi pemimpin dalam riset dan inovasi teknologi gaharu berkelanjutan. Tujuan utamanya meliputi peningkatan kualitas budidaya, pengembangan produk turunan, serta penguatan jaringan gaharu di tingkat nasional dan internasional.
Untuk mencapai tujuan pusat kolaborasi riset ini, fokus utama adalah pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian interaksi simbion, bioprospeksi tanaman, perbaikan genetik, serta evaluasi kualitas dan rantai pasar gaharu. Inovasi teknologi budidaya dan pengolahan yang efisien dan ramah lingkungan menjadi prioritas, didukung kolaborasi nasional dan internasional untuk mempercepat metode budidaya serta deteksi gaharu yang berkelanjutan. Selain itu, pengembangan produk turunan berbasis metabolit sekunder dilakukan dengan menjaga kelestarian sumber daya alam melalui pendekatan konservasi dan budidaya nondestruktif.
Potensi Gaharu di Indonesia
Dikenal sebagai agarwood, gaharu telah lama dikenal sebagai komoditas bernilai tinggi karena penggunaannya dalam berbagai kebutuhan aromatik, termasuk tempat ibadah seperti di Mekkah maupun ritual keagamaan di negara-negara lain. Namun, penggunaan gaharu secara alami membutuhkan waktu yang sangat lama, hingga beberapa dekade. Masalah muncul ketika permintaan global akan gaharu alami terus tinggi sehingga penurunan drastis populasi pohon gaharu terus meningkat akibat penebangan berlebihan terus terjadi.
Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Andes Hamuraby mengungkapkan bahwa ada tantangan dalam budidaya gaharu, yaitu tentang bagaimana memastikan keberhasilan dalam produksi gaharu serta menjamin kualitasnya dapat menyamai gaharu yang berasal dari alam.
“Masih ada stigma bahwa gaharu alami itu sangat bagus kualitasnya sehingga harganya lebih tinggi dibandingkan dengan gaharu budidaya,” ujarnya.
Dalam konteks riset, Ketua Periset SITH ITB Dr. Ahmad Faizal, M.Si. mengatakan bahwa proses pembentukan gaharu umumnya merupakan respons fisiologis pohon terhadap luka fisik atau infeksi mikroba. Ketika pohon gaharu mengalami cedera, sinyal stres akan dipicu dan menyebar yang mengaktifkan sistem pertahanan pohon. Proses ini kemudian merangsang produksi senyawa kimia yang berupa sesquiterpene dan turunan kromon. Kedua senyawa ini berperan penting dalam perlindungan pohon sekaligus menciptakan bahan gaharu.
“Warna gelap yang muncul pada bagian yang terluka adalah hasil dari akumulasi resin gaharu. Saat dibakar, resin ini mengeluarkan aroma khas yang banyak diminati,” tuturnya.
PKR sebagai Tempat Berkolaborasi
Dekan SITH ITB Endah Sulistiyawati, Ph.D. dalam sambutannya mengatakan bahwa penelitian mengenai gaharu memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Beliau juga menyoroti besarnya potensi Indonesia dalam pengembangan gaharu di masa depan.
“Forum seperti ini sangat efektif untuk mendorong interaksi dan kolaborasi antar peneliti. Harapannya, PKR ini dapat menjadi pondasi yang kuat, tidak hanya untuk penelitian, tetapi juga pengembangan gaharu yang lebih luas, termasuk inovasi dan komersialisasi,” katanya.
Dr. Ajeng Arum Sari, Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN, turut menekankan bahwa PKR diharapkan mampu menjadi wadah kolaborasi lintas disiplin ilmu. Menurutnya, fasilitas ini akan mendukung lahirnya riset dan inovasi berkualitas yang relevan dengan kebutuhan industri.
Reporter: Najma Shafiya (Teknologi Pascapanen, 2020)