PWK ITB Bahas Peran dan Pendidikan PWK pada Era Desentralisasi dan Demokratisasi

Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

BANDUNG, itb.ac.id - Sudah 55 tahun ilmu planologi atau perencanaan wilayah dan kota telah berkembang di Indonesia. Ilmu perencanaan wilayah dan kota (PWK) di ITB merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan jika ditelusuri merupakan yang pertama di Asia. Dalam merayakan usia yang ke - 55, program studi PWK ITB mengadakan serangkaian acara yang diberi nama Plano 55 bertema peran perencanaan dalam era desentralisasi. Puncaknya merupakan rangkaian seminar dan diskusi yang diadakan pada Jumat (19/09/14) bertajuk 'Pentingnya Pendidikan Perencanaan Wilayah dan Kota di Era Desentralisasi dan Demokratisasi' bertempat di Labtek IXA ITB.

Ir. Johnny Patta selaku Ketua Panitia membuka acara dengan sambutannya. Dalam sambutannya ia menyebutkan bahwa selama 55 tahun ini, PWK ITB telah berperan sangat signifikan terhadap perencanaan di Indonesia mulai dari skala nasional, provinsi, kabupaten, hingga lokal. Hal tersebut berubah semenjak era reformasi. "Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi membuat 'kegalauan' bagi para perencana terhadap kontribusi dalam perencanaan dan terdapat masalah koordinasi dan implementasi," ungkap Johnny. Dari hal tersebutlah PWK ITB mengangkatnya menjadi tema seminar.


Pembicara pertama dalam seminar adalah Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA, Ketua Bappeda Provinsi Jawa Barat. Ia menyebutkan bahwa di era desentralisasi dan demokratisasi, pembangunan di Indonesaia diharapkan dilakukan secara terencana untuk mencapai target yang berbagai macam serta berbeda-beda tiap daerah. Namun, menurutnya seringkali tidak berjalan sinergis. Kata sinergis menjadi kata kunci utama dalam mencapai target pembangunan.


Pada era desentralisasi, menurut Deny, target pembangunan menjadi sulit dipahami karena menggunakan jargon politik yang kemudian disampaikan kepada publik saat masa kampanye. Kini pembangunan bukanlah berdasarkan rencana tata ruang ataupun MP3EI, melainkan berdasarkan janji-janji politik saat berkampanye. Deny mengatakan bahwa terdapat empat hal untuk membentuk sinergi antara lain ruang, waktu, kelembagaan dan dana.


Peran dan Pendidikan PWK pada Era Desentralisasi


Terdapat lima hal yang dianggap Dr. Ir. Son Diamar, M.Sc, (Deputi V Bidang Pengendalian dan Evaluasi, Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat), yang berguna bagi perumusan pendidikan PWK. Pertama, geografi NKRI sebagai negara kepulauan. Kedua, kebutuhan pembangunan negara ke depan dengan pertimbangan Indonesia sebagai negara kepulauan, sosial budaya, ekonomi, wilayah dan lingkungan, serta sarana dan orasarana. Ketiga, mewujudkan perkembangan ruang. "Kita pandai merancang, tapi kurang dalam mewujudkannya," tutur Son Diamar. Kemudian yang kelima adalah perubahan total kebijakan pembangunan.


Sejak bulan Juli 2014 lalu, telah mulai dilaksanakan focus group discussion (FGD) oleh tim perumus dari PWK ITB mengenai peran pendidikan PWK di era desentralisasi. Diskusi tersebut bertujuan untuk menentukan peran yang dapat dimainkanoleh PWK dalam pembangunan di era desentralisasi dan demokratisasi serta menentukan arah dan kurikulum pendidikan PWK itb agar dosen, mashasiswa, dan alumninya dapat memainkan peran tersebut.

Pada era desentralisasi ini, perencanaan telah bergeser dari yang hanya terfokus pada perencanaan fisik, kini menjadi kompleks seiring dengan permasalahan wilayah dan kota, karakteristik sosial budaya masyarakat dengan berbagai kearifan lokal, serta isu-isu eksternal lainnya. Domain PWK diarahkan menjadi bagian dari perencanaan embangunan karena produk perencanaan ruang perlu dimasukkan ke dalam perencanaan pembangunan melalui Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).


Untuk mencapai peran yang diharapkan, tim perumus kemudian merumuskan pendidikan seperti apa yang akan dibawa oleh PWK, khususnya PWK ITB. Saat ini lulusan PWK dirasa perlu memiliki kekhususan yang harus dipertahankan yaitu pola pikir perencana yang mampu mengenali masalah dengan baik dan mampu menstrukturkan masalah. Selain itu juga perlu merumuskan mimpi masa depan. Berdasarkan kebutuhan dan tuntutan, pada era desentralisasi ini, ilmu PWK perlu membekali calon erencana dengan ilmu komunikasi dan manajemen. "Disertai dengan pemahaman terhadap teori perencanaan kolaboratif sehingga perencana mampu menghasilkan produk yang tidak mandul dan dapat berperan sebagai mediator atau fasilitator" kata Dr. Eng. Puspita Dirgahayani, ST, MT. saat membacakan hasil FGD.


Dalam rangkaian seminar, hari itu juga diadakan diskusi bersama ASPI dan IAP mengenai hasil FGD serta diskusi paralel dengan berbagai topik antara lain Penataan Ruang di Era Desentralisasi dan Demokratisasi, Kebijakan Penataan Ruang di Era Desentralisasi, Pembangunan Wilayah dan Infrastruktur di Era Desentralisasi dan Demokrasi, dan Pembangunan Inklusif pada Era Desentralisasi.