Rektor ITB: Berpikir di Luar Kotak Sebagai Faktor Pendukung Kemajuan Bangsa

Oleh Bangkit Dana Setiawan

Editor Bangkit Dana Setiawan

BANDUNG, itb.ac.id - Dalam menjalani hidup baik dalam dunia profesional maupun hubungan sosial pasti akan terbentur dengan berbagai masalah dan kendala yang ada. Kemampuan seseorang dalam menjawab suatu permaslahan inilah yang menentukan kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai, baik untuk kemaslahatan umat maupun kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap orang untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan baik. Dalam konteks ini, terdapat suatu pendekatan dalam menjawab setiap masalah yang populer dengan sebutan 'berpikir di luar kotak' atau 'thinking out of the box'.

"Apakah 'berpikir di luar kotak' itu sejenis dengan berpikir kreatif atau berpikir lateral? Apakah 'berpikir di luar kotak' itu berarti melakukan terobosan-terobosan dan lompatan-lompatan? Kapan 'berpikir di luar kotak' itu diperlukan dan mengapa? Untuk memahami hal-hal ini, perkenankan saya menyampaikan sebuah  kutipan yang cukup populer, yang berasal dari seorang ilmuwan terkemuka, Albert Einstein: We can not solve problems by using the same kind of thingking we used when we created them," ungkap Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA , dalam sambutannya pada acara Sidang Terbuka Wisuda Kedua Tahun Akademik 2014/2015 ITB.

Apabila ditelaah lebih lanjut, kutipan Einstein tersebut menekankan adanya keterpautan antara masalah dan cara berpikir. Pesan yang terkandung dalam kutipan tersebut menyediakan dasar untuk memahami pendekatan 'berpikir di luar kotak'. Apabila yang ada dalam 'kotak pemikiran' adalah kumpulan asumsi, model, kaidah, dan pola penalaran yang menjadi sumber timbulnya suatu masalah, maka pencairan solusi atas masalah tersebut membutuhkan upaya untuk keluar dari 'kotak pemikiran' tersebut.

Salah satu kasus yang dapat dijadikan gambaran untuk lebih menjelaskan mengenai 'berpikir di luar kotak' adalah penyelesaian masalah energi nasional. "Sebenarnya apakah permasalahan bangsa Indonesia itu? Beberapa tahun yang lalu, ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di pasar internasional membumbung tinggi, banyak pihak yang menyatakan bahwa Indonesia mengalami krisis energi. Saat ini, kelola harga BBM internasional mengalami penurunan secara drastis, apakah ini berarti Indonesia telah keluar dari krisis energi? Apakah krisis energi merupakan masalah keterbatasan anggaran negara dan keterbatasan daya beli rakyat, ataukah krisis energi merupakan masalah kebergantungan yang berlebihan pada sumber energi fosil?" ungkap Kadarsah.

Menurut Kadarsah, salah satu sumber dari permasalahan energi di Indonesia adalah kurangnya penghargaan atas sumber energi itu sendiri. Orang-orang cenderung ingin mendapatkan sumber energi murah dan mudah, namun tidak berupaya berhemat dalam konsumsi energi. "Kalau kita tidak bersedia bersusah payah untuk mengembangkan sumber energi baru/terbarukan, maka kita akan sangat bergantung pada sumber energi fosil yang makin lama semakin habis dan ini menyebabkan ketahanan energi nasional menjadi rendah," jelas Kadarsah.

'Berpikir di luar kotak' ini dapat diterapkan pada masalah tersebut dengan perlu memulai belajar untuk bisa bersungguh-sungguh menghargai sumber energi. "Kalau mau 'berpikir di luar kotak', kita tidak perlu bertanya apakah harga komoditas energi baru/terbarukan itu murah, tetapi menyambut dengan merumuskan langkah-langkah secara bersama untuk membuat produksi energi baru/terbarukan semakin efisien dan diterima oleh pasar," jelas Kadarsah.

Peristiwa lain yang dapat menggambarkan 'berpikir di luar kotak' adalah berkaitan dengan tata kelola organisasi. Sepanjang menjalankan organisasi muncul berbagai macam perbedaan, ada satu pihak yang menolak inisiatif dengan alasan belum diatur atau berpotensi melanggar peraturan. Ada pihak lain yang meminta persetujuan dan dukungan organisasi dengan alasan inisatif itu penting untuk kemajuan organisasi. Kedua pihak ini sama-sama berpikir demi kepentingan organisasi, tetapi sikap-siak yang berbenturan ini apabila berlangsung berlarut-larut, organisasi bisa mengalami kelumpuhan.

Menurut Kadarsah, salah satu sumber masalah ini adalah cara berpikir tentang organisasi. Organisasi ini lebih dari sekedar peraturan. Organisasi mencakup visi dan misi bersama, nilai-nilai dan aspirasi bersama, kapasitas-kapasitas dan potensi-potensi yang ada di setiap individu. "Kalau kita mau 'berpikir di luar kotak', cara-cara berpikir yang baru dan secara bersama-sama menemukan solusi," jelas Kadarsah.

Kemampuan untuk bisa menjawab masalah-demi-masalah, baik pada skala organisasi, lokal, daerah, maupun nasional, merupakan sebuah faktor krusial bagi kemajuan suatu bangsa. "Demikian juga untuk para wisudawan. Kemajuan karir Saudara bergantung pada sumbangsih Saudara dalam menjawab masalah-masalah. Kemajuan tidak dicapai dengan mengabaikan masalah, atau menukar satu masalah dengan masalah lain yang baru. 'Berpikir di luar kotak' bukan semata-mata tentang persoalan logika, kemampuan berpikir, dan kreativitas. Faktor yang sangat penting disini adalah itikad baik untuk membawa kebaikan bagi kalangan yang luas, selain untuk diri sendiri," ungkap Kadarsah.