Ruang Ketiga: Kunci Kolaborasi, Interaksi, hingga Memberikan Dampak Psikologis yang Positif

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Kampus tidak hanya sebagai tempat untuk kegiatan akademis, namun juga dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk berinteraksi dan bersosialisasi.

Salah satu konsep yang kini tengah berkembang adalah ruang ketiga, yang merupakan area di luar rumah dan dapat menjadi sebuah tempat berkumpul serta berinteraksi. Konsep ini pun tengah menjadi perhatian dan penelitian dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Perencanaan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) Adiwan Fahlan Aritenang, S.T., M.GIT., Ph.D.

Pada konteks desain ruang, istilah ruang ketiga ini merujuk pada ruang atau area yang berada di luar dari ruang utama kehidupan manusia, yakni rumah (ruang pertama) dan tempat bekerja/beraktivitas (ruang kedua). Ruang ketiga ini erat kaitannya juga dengan sebuah lingkungan informal, di mana seseorang dapat berkumpul, bersosialisasi, berinteraksi dengan orang lain. Kondisi ruang ketiga ini jauh lebih santai dan terbuka serta dapat membawa kenyamanan bagi individu.

Penelitian dilakukan oleh tim dosen serta mahasiswa SAPPK ITB, mencoba menerapkan konsep ruang ketiga di multikampus ITB, yakni ITB Kampus Jatinangor, ITB Kampus Cirebon, serta ITB Kampus Ganesha.

"Melalui penelitian tersebut, ditemukan bahwa di ITB telah menyediakan berbagai fasilitas interaksi sosial serta pemanfaatan ruang ketiga di setiap kampus ITB itu bervariasi," ujarnya pada Jumat (4/10/2024).

Pemanfaatan Ruang Ketiga di Multikampus ITB


ITB terus mengembangkan fasilitas di berbagai multikampus, salah satunya di ITB Kampus Cirebon. Kampus yang terletak di Kawasan Arjawinangun, Cirebon ini dirancang dengan mengintegrasikan kearifan lokal budaya di sekitarnya.

Selain itu, ITB Kampus Cirebon juga telah dirancang untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan akademik dan non akademik melalui pemanfaatan ruang ketiga. Salah satu mahasiswa yang tergabung dalam tim peneliti, yakni Putri Hasinatuzzafira mengungkapkan meski ITB Kampus Cirebon masih keterbatasan jumlah gedung, namun mahasiswa tetap dapat memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia, baik di dalam maupun luar gedung.

"Misalnya lapangan olahraga, selasar, dan kantin sering menjadi tempat bagi mahasiswa untuk berdiskusi, berolahraga atau sekadar bersosialisasi," ungkapnya.

Kemudian lapangan lari dan lapangan basket, meskipun merupakan ruang terbuka, kerap kali juga menjadi tempat berkumpul yang multifungsi. Tak hanya untuk aktivitas fisik tapi juga untuk kegiatan himpunan atau organisasi mahasiswa.

Putri menyatakan banyak mahasiswa yang cenderung memilih tempat berinteraksi yang dekat dengan gedung perkuliahan maupun fasilitas yang ruangannya cenderung tertutup. Hal ini mengingat suhu udara di ITB Kampus Cirebon yang panas, Sehingga mahasiswa lebih nyaman beraktivitas di tempat yang teduh.

Berbeda dengan di ITB Kampus Jatinangor, lebih banyak mahasiswa yang dapat berinteraksi di area gedung perkuliahan. Hal ini diungkapkan oleh anggota tim peneliti lainnya, yakni Almaira Asyafa.

Terlebih, sepanjang jalan di area ITB Kampus Jatinangor terdapat banyak tempat duduk, meja, serta pohon-pohon rindang yang membuat suasana lebih nyaman.

"Tempat-tempat seperti selasar gedung, kantin, dan ruang terbuka di Plaza Utama, antara GKU1 dan GKU2, menjadi tempat favorit mahasiswa untuk berinteraksi," tuturnya.

Mahasiswa juga dapat memanfaatkan area dekat masjid yang dilengkapi dengan kursi-kursi untuk bersantai. Tak hanya itu, untuk aktivitas fisik, ITB Kampus Jatinangor juga memiliki jogging track yang mengelilingi danau. Di sana juga Terdapat beberapa meja dan kursi untuk mahasiswa berinteraksi dan bersosialisasi.

Dampak Ruang Ketiga Terhadap Kesehatan Mental


Walaupun dalam penelitian ini belum secara langsung ditemukan kaitan antara ruang ketiga dengan kesehatan mental mahasiswa, akan tetapi berdasarkan observasi dan data kuisioner, ruang-ruang ini telah memberikan dampak positif terhadap kenyamanan mahasiswa.

Kehadiran ruang ketiga memungkinkan mahasiswa untuk berinteraksi dengan temannya yang berasal dari jurusan atau fakultas lain, bahkan dengan dosen dalam suasana yang lebih informal.

"Hal ini diyakini dapat mengurangi tekanan dan stres yang sering kali muncul dalam lingkungan akademik yang formal," kata Adiwan.

Beliau juga mengungkapkan uang ketiga juga menjadi tempat alternatif untuk berdiskusi dan berkolaborasi dengan rekan dosen lain. "Sebagai contoh, di kampus Jatinangor terdapat ruang tunggu dosen yang digunakan untuk bertemu dan berdiskusi secara informal, yang membantu memperluas jaringan akademik dan pertukaran ide," lanjutnya.

Sementara itu, di ITB Kampus Ganesha, meskipun belum ada penelitian yang mendalam mengenai ruang ketiga, namun di sini juga telah dirancang berbagai konsep ruang multifungsi yang mendukung kolaborasi. Salah satunya adalah hadirnya banyak coworking space yang dapat digunakan mahasiswa untuk belajar sekaligus berinteraksi.

Fasilitas yang nyaman dan aksesibel akan sangat membantu dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, kolaboratif, dan mendukung kesejahteraan mental seluruh civitas akademika.

"Ke depannya, diharapkan bisa lebih banyak menyediakan ruang-ruang yang mendukung interaksi informal dan kolaboratif, yang tidak hanya bermanfaat bagi aktivitas akademik tetapi juga kesehatan mental mahasiswa," tutup Adiwan.