Seminar Bisnis Wireless 2006: “3G and or versus Wimax”
Oleh
Editor
BANDUNG, itb.ac.id - Onno W. Purbo, praktisi di bidang informasi dan teknologi (IT) dan komunikasi Indonesia, mengkritisi regulasi pemerintah tentang spektrum pita frekuensi radio di Indonesia dalam Seminar Bisnis Wireless 2006. Kritik-kritik yang dibalutnya dalam candaan itu menghangatkan suasana Aula Timur ITB, tempat berlangsungnya seminar ini selama dua hari mulai 23-24 Agustus 2006. Adapun tema seminar hasil kerjasama KK Telekomunikasi bersama dengan Himpunan Mahasiswa Elektro STEI - ITB ini, “3G and or versus Wimax”, adalah hal yang sedang hangat diperbincangkan di kalangan praktisi telekomunikasi Indonesia, juga dunia.
“3G” adalah sebutan populer untuk “third generation technology”, yang diklaim sebagai generasi terbaru telekomunikasi seluler. Dibandingkan dengan teknologi GSM dan GPRS sebagai pendahulunya, 3G unggul dalam hal kecepatan transfer data bergerak. Di Indonesia sendiri, setelah melalui proses pelelangan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, terpilih 3 operator seluler yang memegang lisensi untuk mengembangkan teknologi 3G di Indonesia, yakni Telkomsel, Excelcomindo Pratama, dan Indosat.
Namun, beberapa pakar memandang masa depan 3G tidaklah cerah seiring dengan dikembangkannya teknologi terbaru dalam bidang BWA (Broad Wireless Access), yakni 4G alias Wimax. Kecepatan transfer data Wimax menyamai kecepatan transfer Wifi, namun dengan satu perbedaan krusial, yakni mobilitas. Wimax sebagai solusi komunikasi seluler diharapkan dapat mulai memasuki pasar komersil 5-10 tahun mendatang. Nokia, vendor perangkat telekomunikasi terkemuka bahkan menargetkan untuk mengglobalkan Wimax pada tahun 2008.
“Untuk apa repot-repot memilih 3G bila dengan penantian selama 1-2 tahun kita dapat menggunakan Wimax yang jauh lebih baik?” tukas Onno dalam paparannya. Dalam sesi yang membahas tentang regulasi dunia komunikasi, alumni Teknik Elektro ITB ini juga menunjukkan ‘hasil karya anak bangsa’, yakni berbagai model antena yang biasa digunakan di Indonesia untuk mencuri frekuensi kepada para peserta seminar. “Dengan sumber daya seadanya ini, satu RT dapat menikmati akses internet.”
Onno menyayangkan regulasi pemerintah dan operator seluler yang menurutnya tidak memihak rakyat. “Kalau saya jadi operator seluler, saya akan pilih pangsa pasar di bawah, memang duitnya kecil, receh, tapi kita berjasa membesarkan bangsa Indonesia.” Dari pihak pemerintah, Ayu Widyasari yang mewakili Direktur Dirjen Postel mengatakan bahwa regulasi dibuat untuk mengatur dan melindungi kepentingan bersama.