Seminar Paradigma 2011: Gugah Emosi Ruang dengan Pencahayaan

Oleh Shinta Michiko Puteri

Editor Shinta Michiko Puteri

BANDUNG, itb.ac.id - Ikatan Mahasiswa Desain Interior (IMDI) ITB untuk yang pertama kalinya mengadakan acara tahunan Desain Interior ITB yang bernama Paradigma 2011. Bertemakan "Embrace Your Senses", Paradigma ITB terdiri dari beberapa rangkaian acara, salah satunya yaitu Seminar "Menggugah Emosi Ruang". Seminar yang diselenggarakan pada Kamis (05/05/11), bertempat di Auditorium Campus Center Timur ITB ini menghadirkan Paul Gunawan (LITAC Lightning Consultant) dan Ahadiat Joedawinata (Desainer Interior) sebagai pembicara.

Seminar ini disajikan ke dalam dua sesi. Sesi pertama membahas mengenai dasar desain emosi ruang yang mencakup mengenai teori dan alat-alatnya. Sedangkan sesi kedua membahas mengenai praktik atau aplikasinya desain emosi ruang, yaitu salah satunya dengan menggunakan lighting atau pencahayaan.

Emotional Design, Iya atau Tidak?

Menurut Ahadiat Joedawinata, emotional design merupakan suatu campuran yang dinamis dari aspek-aspek artistik, utiliter, imajinasi, pengalaman panca indera, dan pendekatan visioner menuju perubahan. Emotional design ini menyediakan alat serta metodologi untuk menghubungkan produk dari berbagai fasilitas ruang dengan pengguna melalui gejala-gejala secara emosional dengan cara yang mengagumkan.

"Fokusnya ada pada aspek yang paling mendesak dari karakter manusia, yaitu keinginan untuk memperoleh kepuasan praktis, material, dan mengalami pemenuhan emosional," tambah Ahadiat. Singkatnya, emotional design adalah peristiwa antara orang dengan orang, bukan pabrik dengan orang. Dalam emotional design, suatu produk perlu memiliki kualitas manusia dengan nilai-nilai emosionalnya, memerlukan kepribadian, yang mengekspresikan budaya produser melalui imajinasi yang dapat memikat orang.

Pencahayaan dan Persepsinya

Desain emosi ruang dapat diaplikasikan dan dipraktikkan salah satu caranya dengan menggunakan pencahayaan. Emosi merupakan sesuatu yang sangat mudah disentuh dan pencahayaan dapat membuat gejala emosi yang berbeda-beda dari tiap desainnya.

"Cahaya dengan tekanan yang berbeda pada suatu ruangan yang sama dapat menimbulkan emphasize yang berbeda-beda. Namun yang perlu diperhatikan adalah dalam suatu ruangan jangan semuanya ingin ditimbulkan, karena nantinya jadi tidak ada yang spesial dalam ruangan itu," ujar Paul Gunawan.

Kontrol pencahayaan akan dapat membantu mencapai kondisi atau suasana yang diinginkan. Oleh karena itu dibutuhkan pencahayaan yang baik, yaitu yang memenuhi fungsi sebagai pemberi informasi dan persepsi, mendukung kinerja atau performa, mendorong kontak antar manusia, menimbulkan gejala emosional  yang cocok, dan pastinya menambah nilai estetika.

"Pencahayaan yang baik juga harus diturunkan ke sikap bijak dalam menggunakan energi yang dikeluarkannya. Use your energy wisely," tutup Paul Gunawan.