Shell Energy Scenarios 2050, Towards A New Energy Future: Tantangan Energi dan Perubahan Iklim

Oleh

Editor

BANDUNG, itb.ac.id - Relasi problematika energi dan perubahan iklim menjadi isu menarik saat ini. Perubahan iklim terlihat semakin nyata di Indonesia. Efisiensi energi bisa menjadi salah satu alternatif untuk mencegah dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Inilah sekelumit hal yang dibahas pada kuliah umum mengenai tantangan energi dan perubahan iklim oleh Country Chairman PT Shell Indonesia Darwin Silalahi pada Senin (26/04/10) di Aula Timur ITB.
Penemuan minyak dan gas sekitar 100 tahun silam di Pangkalan Brandan, Indonesia, menjadi suatu yang fenomenal. Sejak saat itu dunia transportasi Indonesia semakin berkembang. Taraf emisi karbon dioksida terus meningkat seiring dengan penggunaan bahan bakar fosil pada dunia transportasi. Beberapa dekade kemudian mulai terasa dampak emisi karbon dioksida pada lingkungan. Tiap 10 tahun terjadi peningkatan suhu dunia yang membuat ketidakseimbangan alam dan berdampak pada perubahan iklim.

Kehidupan manusia dewasa ini bergantung pada ketersediaan energi dunia. Namun, penggunaan energi alternatif pada masa mendatang masih minim dan ketersediaan bahan bakar fosil semakin terbatas. Sedangkan kebutuhan energi manusia terus mengalami peningkatan jika tidak ada perubahan gaya hidup manusia. Oleh karena itu, penelitian mengenai teknologi pengefisienan energi semakin gencar dilakukan.

Energi efisien menjadi sesuatu yang fundamental untuk beberapa masa yang akan datang. Shell, perusahaan minyak dunia, memprediksikan tahun 2050 kelak taraf emisi karbon dioksida mencapai tingkat mengkhawatirkan jika tidak dilakukan antisipasi pengurangan emisi karbon dioksida secara serius. "Untuk mencegah dampak perubahan iklim yang berbahaya, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer harus berada di bawah 368 ppm sebelum 2050," ungkap Darwin.

Lebih lanjut Darwin menjelaskan, antisipasi perubahan iklim bisa dilakukan dengan menggunakan scenario blueprint. Scenario blueprint merupakan perencanaan pemanfaatan energi dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi, manusia, dan lingkungan. Selain itu, terdapat pula perencanaan pemanfaatan energi dengan hanya memperhatikan kebutuhan energi saat ini tanpa memperhatikan dampak jangka panjang atau lebih dikenal dengan scenario scramble. Untuk lima dasawarsa mendatang akan ditemukan perbedaan hasil yang signifikan dari dua scenario ini.

"Berdasarkan perhitungan para ahli, scenario blueprint berhasil menurunkan tingkat karbon dioksida dunia pada taraf aman pada tahun 2050, sedangkan scenario scramble terus meningkatkan taraf konsentrasi karbon dioksida dunia," jelas Darwin. Pengefisienan energi mutlak perlu dilakukan jika gaya hidup manusia dalam pemanfaatan energi tidak berubah, ungkapnya.

"Karya nyata ITB dalam pengefisienan energi terbukti dengan unjuk prestasi mahasiswa Teknik Mesin ITB yang berpartisipasi dalam Shell Eco-Marathon Asia tahun ini. Tim ITB telah berhasil membuat mobil prototipe yang efisien dalam penggunaan bahan bakar hingga 1000 km/liter. Ini merupakan prestasi membanggakan dan pembelajaran yang begitu bermakna bagi ITB," ujar Prof. Dr. Ir. Djoko Suharto, MSc. pada kuliah umum kemarin.