Silaturahmi Idul Fitri Keluarga Besar ITB

Oleh Unit Sumber Daya Informasi

Editor Unit Sumber Daya Informasi

Silaturahmi Idul Fitri Keluarga Besar ITB di Plaza Widya Nusantara dengan tema “Kita Perkuat Budaya ITB Tertib dan Bersih”, diisi dengan acara Sambutan Rektor, siraman rohani disampaikan oleh Nugroho, Mahasiswa Teknik Arsitektur serta dimeriahkan dengan Nasyid Siwani dari Daarut Tauhid. Berikut ini salinan siraman rohani oleh Nugroho Mahasiswa Teknik Arsitektur. DENGAN SEMANGAT KEMBALI FITRAH KITA BANGUN INDONESIA BARU Assalamualaikum wr. wb. Ramadhan, bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan telah berlalu. Sehingga sebulan penuh sudah kita berusaha menjalankan puasa, menahan diri dari lapar dan dahaga. Melepaskan diri dari nafsu keduniawian, berusaha mendekatkan diri dan mengembalikan ketajaman spiritual kita dengan melepaskan diri dari hal-hal yang bersifat jasadiyah yang selama ini menjadi hijab / tabir antara hamba dan robb. Dan kini idul fitri telah hadir bersama kita dengan berakhirnya ramadhan, bukan sebuah perayaan untuk diperbolehkannya kembali kita untuk makan dan minum di siang hari, tapi merupakan sebuah perayaan atas kemenangan diri kita untuk melepas hijab dengan robb kita Allah SWT. Untuk merayakan kefitrahan yang telah kita raih dalam perjuangan selama satu bulan melawan diri kita sendiri, yang mana sekali lagi bukan sekedar menahan lapar dan haus tapi juga menahan dari perbuatan-perbuatan maksiat maupun yang sia-sia. Semoga kita bersama-sama bisa memanfaatkan kebersihan qolb kita pada hari-hari yang penuh dengan kemenangan ini untuk lebih banyak berpikir dan bertaqorub pada hal-hal yang semakin menambah keimanan kita. Dan rekan-rekanku mahasiswa sekalian, dan juga bapak dan ibu dosen yang saya hormati, saat inilah saat yang paling tepat untuk melihat jauh ke dalam diri kita, menembus semua karat-karat duniawi yang sebelumnya sering menghalangi pandangan kepada fitrah diri kita, bahwa kita adalah hamba yang diciptakan dengan nilai-nilai awal yang sama. Bukan seorang mahasiswa teknik mesin, bukan seorang mahasiswa teknik arsitektur, tapi seorang ciptaan. Jika selama ini, karat-karat tersebut telah membuat kita mengagungkan atribut jasadiyah, maka sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk merenungkan apa yang menjadi sebab atas keberadaan kita, bukan IP bukan nilai ujian, tetapi ilmu, ilmu yang bersama kita harapkan suatu saat bisa kita gunakan untuk membangun bumi Allah yang luas dan kemudian menambah gema takbir yang mengagungkan kebesaran-Nya. Lihatlah sekelilingmu sahabatku, mereka menunggu uluran tanganmu, bahkan sejak dulu ketika kita belum masuk sebagai mahasiswa itb yaitu sebagai manusia, bahkan sekarang dengan status mahasiswa kita, sebagai insan-insan pembaharu zaman dan penggerak perubahan. Dan sahabatku, tidak akan terlihat mereka itu, oleh hati kita jika paradigma yang kita gunakan adalah paradigma kesombongan, maupun ketidakpedulian. Tapi lihatlah mereka dengan paradigma fitrah, yaitu paradigma yang bersandar pada : Marifat al Khaliq, Pengenalan diri kita kepada Allah, karena manusia tidak akan dapat mengenali apa-apa dengan benar jika manusia tidak dapat mengenali ilahnya yang hakiki. Nasullaha fansaahum anfusahum, ulaaika humul ghaafiluun Mereka lupa Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa pada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang - orang yang lalai Dan sungguh betapa meruginya mereka yang tidak mengenal ilahnya, sementara Allah menunjukkan kebesarannya kemanapun kita menolehkan kepala, kemanapun kita menjejakkan kaki. Dan memang inilah jalan kita mengenal Tuhan, sebagaimana rasulullah memerintahkan kita untuk melihat Allah dari keindahan, kesempurnaan ciptaan Nya, bukan dari zat-Nya. Marifat al insan, Pengenalan manusia terhadap dirinya sendiri. Sebagaimana yang disiratkan pada ayat pada poin pertama, ketidakpedulian diri kepada pencipta akan membuahkan kejahilan pada diri sendiri. Mereka yang tidak peduli adalah mereka-mereka yang selama ini menjerit atas pertanyaan ‘untuk apa keberadaanku ?’, sementara ketidakpedulian mereka juga membuat mereka terjebak pada rutinitas jasadiyah, yang akhirnya membuat mereka meninggalkan kenyataan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya ciptaan, bahwa manusia adalah makhluk yang termulia, bahwa manusia adalah khalifah dimuka bumi ini. Ma'rifat al Wali wal 'Aduw, Yaitu mengenal siapa kawan dan siapa lawan. "Qulnahbithuu ba'dhukum liba'dhin adhuwwun" Turunlah kamu dalam keadaan bermusuhan Ayat ini diturunkan pada Adam ketika adam didepak dari surga atas kelalaiannya, kelalaian bahwa ada satu musuh yang nyata bagi dirinya, yaitu Iblis. Iblis yang senantiasa mengajak pada kesesatan sampai yaumul akhir nantinya. Dengan mengenal siapa kawan dan musuh kita maka akan jelas jalan yang harus kita pilih, akan terbedakan yang mana yang sesat dan yang mana yang lurus, kawan adalan benteng keimanan, dan lawan adalah penerobos benteng tersebut, sehingga kita bisa memilih kehanifan sebagai suatu bagian dari fitrah kita. Dan yang terakhir ma'rifat al Waqi', yaitu bahwa manusia harus menyadari bahwa keberadaannya di dunia adalah untuk memakmurkannya, memenuhinya dengan kalimat yang mengagungkan Tuhannya. "Wa lakum filadhi mustaqarr wamataa ilaa hiin” Bagimu di atas bumi ini tempat tinggal dan kesenangan hingga pada batas tertentu Dan tentunya kita bersama ingat, betapa murka Rasulullah kepada sahabat yang ingin memotong kehidupan dunia sama sekali hanya untuk beribadah secara maghdoh saja, karena dengan mengenal ‘waqi’ kita, maka kita bisa menjawab ‘ untuk apa keberadaanku ?’ Setelah kesadaran-kesadaran tersebut terpenuhi, kemudian mari rekan-rekan seperjuangan hidup. Ini saatnya kita berkata “mari kita bangun Indonesia baru”. Indonesia yang memberikan ketenangan untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, Indonesia yang memberikan kesempatan kepada kita untuk mengenal ‘waqi’ kita, yang mana semua hal tersebut baru bisa dicapai jika kita bersama-sama menyadari pentingnya kesatuan dalam keberagaman, kesatuan sebagai hamba Tuhan yang diamanahi bumi yang makmur dan keberagaman yang menjadikan kita kaya dan saling mengenal. Yang mana dengan kekayaan dan keterampilan tersebut kemudian kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain dan mewujudkan suatu kesalingtergantung-an yang menyebabkan kita mampu untuk terus dan terus mengagungkan Allah SWT. Rekanku sekalian, Bapak dan Ibu dosen yang saya hormati. Terakhir telah saya ungkapkan indonesia yang saya impikan. Dan juga dengan panjang lebar telah saya coba jelaskan sebuah jalan yang saya sendiri pun masih sulit untuk melewatinya. Namun sebagaimana telah saya sebutkan, bahwa kawan adalah benteng, maka mari, kita saling membentengi, saling menguatkan, sampai jalan yang kita cita-citakan tersebut berhasil kita lalui. Yang kemudian melahirkan kita sebagai hamba yang abid dan Indonesia yang aman, makmur dan penuh dengan kedamaian. Mohon maaf atas segala kekurangan baik yang saya tuliskan maupun yang saya ucapkan atau lakukan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat atas hamba-Nya yang berada dalam sabar dan syukur. Wassalamu’alaikum wr. wb. Beberapa bagian merupakan adaptasi dari tulisan ‘sentuhan fitrah’ karya M. Syamsi Ali