Sinergi Seni dan Teknologi Menuju Peradaban Manusia Yang Unggul

Oleh

Editor

"Dalam kehidupan kita hari-hari ini, berbagai pendapat yang mempertentangkan praksis sains dan teknologi secara bipolar masih sering terdengar. Sudah tentu, diskursus tersebut tidak mungkin muncul tanpa sejarah. Salah satu sebabnya, boleh jadi ialah karena pemahaman umum tentang teknologi-sebagai perpanjangan tangan dari sains modern-yang dianggap selalu berurusan dengan kepastian rasional dan serba keterukuran dalam logika positivisme. Sedangkan seni atau lebih khusus lagi , seni rupa modern, umumnya dilihat sebagai praksis filosofis yang justru identik dengan berbagai ketidakpastian, penafsiran personal dan subyektifitas. Pertentangan bipolar itu juga terkait dengan pandangan khalayak yang di satu sisi memahami teknologi sebagai perwujudan nyata dari cita-cita kemajuan peradaban modern secara konkrit, berdampak pada kehidupan manusia. Sementara di sisi lain, melihat seni sebagai aktualisasi pengalaman batin, intuisi, dunia pra-reflektif manusia dan khasanah rasawi yang tak terjamah". Demikian paparan dari Agung Hujatkajennong pada diskusi yang berlangsung dalam rangka pameran "Video Sculpture di Jerman Sejak 1963" di ITB, 9 Juni lalu. Pendapat-pendapat tersebut memang tidak sepenuhnya keliru melihat pemisahan yang secara sadar atau tidak memang dilakukan oleh para pelaku teknologi dan seni tersebut. Pemisahan ini tidak terlepas dari ambisi manusia sendiri untuk mengejar modernitas, menciptakan spesialisasi dalam bidang-bidang kehidupan manusia demi terwujudnya praktik dan disiplin keilmuan yang otonom. Sejarah sendiri mencatat bagaimana pada paruh pertama abad 20, kedua bidang tersebut telah menghasilkan puncak-puncak penemuan dalam kebudayaan modern, dimana eksperimentasi dan riset menjadi tulang punggung dalam pencapaian kesejahteraan manusia. Namun berbagai penemuan tersebut semakin memisahkan seni dan teknologi di masa itu hingga menjangkau dalam tataran konsep. Keterkaitan antara keduanya hanya samar-samar terlihat dalam hal keinginan untuk terus menemukan sesuatu yang baru. Tetapi dalam dekade 60-an, terjadi perubahan mendasar dalam konsep tersebut. Kehadiran genre video art mempertemukan dua perangkat tersebut yang bagai dua sisi mata uang logam. Memang tidak bisa dipungkiri kehadiran kamera, film, dan video telah menciptakan sintesa antara dunia imaji dalam seni dengan perangkat teknologi reproduksi mekanik. Kelahiran fotografi dan sinema telah membawa perubahan besar dalam kebudayaan manusia. Sebuah pendobrakan terhadap tataran konsep pemisahan seni dan teknologi. Menanggapi berkembangnya video art, Agung menjelaskan bahwa seni yang hadir lewat teknologi video memiliki ciri unik sendiri. Secara sejarah, karya-karya dalam video art menuntut kita untuk mendefinisikan kembali model persepsi estetik secara baru karena karakter-karakter inheren medium video yang khusus membedakan dengan seni lukis, tari, teater, bahkan sinema sekalipun. Video merupakan rangkaian citra bergerak dan suara yang terikat dengan waktu berbeda dengan lukisan. Karya-karya purwarupa video art juga mendeskontruksi konvensi narasi dan pola yang penting hadir dalam sinema/film. Ketika fotografi dan film/sinema hadir sebagai kebaruan dari teknologi dan seni, video art justru lahir dari kecurigaan dan kritisme terhadap seni dan teknologi. Salah satu fenomena yang menjadi kritik terhadap seni dan teknologi adalah televisi. Televisi yang hadir dalam dekade 60-an, menjadi sebuah jarkon teknologi informasi yang sangat agresif. Kebutuhan akan televisi telah memicu lahirnya sistem komunikasi yang baru. Sistem komunikasi ini yang mampu mendorong perubahan sosial, politik, ekonomi secara besar-besaran dalam kehidupan manusia. Sejak pertama kali televisi ditemukan telah menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan hiburan, informasi, pendapat bahkan ideologi yang terselubung. Kritik yang sama terhadap budaya TV dan budaya tontonan juga ditampilkan dalam pameran video art bulan ini. Video art yang hadir dalam bentuk kritisme terhadap seni dan teknologi disajikan dalam bentuk berbeda. Dimana seni dan peralatan teknologi sendiri digunakan untuk menggambarkan kritik tersebut. Sejak berkembangnya video art sampai sekarang, penggunaan perangkat teknologi terbaru juga menyertai setiap karya yang hadir. Video art hadir dalam berbagai bentuk teknologi visual yang secara konseptual seiring dengan diskursus yang berkembang dalam praksis seni rupa. Terlepas dari kehadiran video art sebagai bentuk kritik, teknologi dan seni memang berada dalam sebuah konteks sama mengusung pada kemajuan budaya manusia. Pada tataran tertentu video art memang merupakan sinergi paling menguntungkan antara seni dan teknologi. Di satu sisi, penemuan-penemuan teknologi telah menyumbangkan sistem bahasa yang baru bagi seni, sehingga perkembangan seni tidak mandeg dengan kanon-kanon yang klasik seperti seni lukis dan seni patung saja. Perkembangan arus informasi dan makin gemerlapnya dunia dengan teknologi, seharusnya dilengkapi dengan keterlibatan seni dalam perkenalan dengan manusia. Seni sebagai sebuah imaji batin yang mampu dirasa bersanding dengan penerapan teknologi yang agresif. Dengan tujuan yang sama untuk memajukan budaya manusia sekaligus mensejahterakannya. Diakhir diskusi tersebut, Agung menyampaikan, proses-proses kreatif yang hadir dari seni, seharusnya bisa menjadi stimulan yang baik bagi para saintis/teknokrat dan seniman di Indonesia untuk lebih memahami proses perubahan budaya di masyarakat berkaitan dengan adaptasi dan aplikasi seni dan teknologi. Kolaborasi di antara pihak-pihak tersebut akan mengembalikan praksis seni dan teknologi pada fitrahnya sebagai techne.