SNIPS 2013: Pentingnya Inovasi Pembelajaran dalam Perkembangan Sains

Oleh Nida Nurul Huda

Editor Nida Nurul Huda

BANDUNG, itb.ac.id - Program studi fisika ITB menyelenggarakan Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013). Simposium tersebut berlangsung pada Rabu-Kamis, (03-04/07/13) bertempat di Campus Center Timur ITB.

Simposium tersebut merupakan salah satu usaha untuk menjawab tantangan pada perkembangan sains dan teknologi yang berkembang dengan cepat. Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu inovasi pada metode pembelajaran sains yang diangkat dalam SNIPS 2013. Simposium ini merupakan tempat bertukar pikiran antar pelaku pembelajaran sains dan matematika yang meliputi para guru. mahasiswa, dosen, dan peneliti.

Simposium ini menghadirkan empat pembicara utama Prof. Iwan Pranoto (Matematika ITB), Prof.Dr. Lilik Prof. Dr. Lilik Hendrajaya ( Fisika ITB), Dr. Chatief Kunjaya (AstronomiITB), Dr. Muhammad Martoprawiro (Kimia ITB) serta 150 orang pemakalah yang turut mempresentasikan abstraknya pada diskusi panel.

Perkembangan Astronomi Indonesia


Program studi Astronomi di ITB merupakan salah satu program studi yang tertua dan pertama di Indonesia. Munculnya ilmu astronomi di ITB bertolak dari didirikannya observatorium Boscha di Lembang, Bandung. sejak saat itu dimulailah peradaban baru mengenai astronomi. Beberapa perkembangan astronomi di Asia terdapat di Jepang, India, China, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Menurut Chatief perkembangan astronomi di Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Hal tersebut terlihat dari alokasi pemerintah yang cukup besar bagi perkembangan ilmu astronomi negaranya dengan membangun berbagai teleskop besar.

Padahal, ilmu astronomi masih banyak yang bisa digali dan menjadi pemicu pengembangan teknologi. Seperti eksplorasi sumber daya di luar bumi, wisata angkasa luar, dan teknologi satelit. Selain itu, astronomi menjadi daya tarik anak-anak untuk belajar sains. "Perkembangan astronomi bisa menjadi salah satu indikator kemajuan bangsa," ujar Chatief.

Permodelan Matematika sebagai Pemecah Masalah


Menurut survey terhadap kecerdasan anak, anak-anak Indonesia memiliki metode menghapal dalam pemebelajarannya. Seperti ketika ditanya mengenai lambang karbondioksida hampir seluruh jawaban anak Indonesia benar dan menempati peringkat yang tinggi diatas negara-negara lain. Namun, ketika diberikan sebuah permodelan atau gambar hampir seluruh jawaban salah. "Ketika anak-anak kita diberi soal hitung-hitungan atau bersifat menghafal semua bisa menyelesaikan tapi ketika diberi sebuah permodelan atau analisis, rata-rata mereka tidak bisa menjawab", tukas Iwan.

Menurut Iwan, pola pikir 'menghapal' dan 'berhitung' inilah yang harus diubah. Bisa kita saksikan anak-anak kita melaju ke olimpiade tingkat internasional tapi tetap saja teknologinya masih tertinggal.

"Tak perlulah mengajari anak-anak kita perhitungan yang terlalu rumit, toh sekarang ada teknologi seperti komputer. Tetapi bagaimana kita membuat permodelan matematika untuk memecahkan masalah dunia," ujar Iwan. Misalnya bagaimana membuat permodelan matematika untuk prakiraan iklim yang sampai sekarang belum ditemukan. Hal tersebut tentu akan sangat bermanfaat bagi pekerjaan petani serta masalah lainnya.

sumber foto : SNIPS 2013


scan for download