SPE for Environment: Berbagi Ilmu Energi untuk Negeri
Oleh Fatimah Larassati
Editor Fatimah Larassati
Saatnya Beralih ke Gas Alam
Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar memang belum cukup populer di Indonesia meskipun cadangannya sangat berlimpah dan cukup untuk persediaan energi nasional hingga 60 tahun ke depan. Hal ini lantaran gas alam dinilai masih lebih mahal jika dibandingkan dengan Liquified Petroleum Gas (LPG) atau lebih dikenal dengan sebutan elpiji. Akan tetapi justru sebaliknya, gas alam secara ekonomis jauh lebih murah dibandingkan dengan elpiji yang umum digunakan rumah tangga. Padahal, harga elpiji yang terasa lebih murah ini sebenarnya karena pemasaran elpiji disubsidi oleh pemerintah. Jika dikalkulasi, pemakaian gas alam untuk kebutuhan rumah tangga membutuhkan biaya sekitar Rp45.000,00 per bulan, sedangkan elpiji Rp60.000,00 per bulan.
Pemakaian gas alam yang lebih murah ini dikarenakan api yang dihasilkan dapat digunakan untuk memasak dengan lebih cepat karena komposisi dari gas alam ini cenderung merupakan hidrokarbon dari fraksi ringan. Selain itu, gas alam relatif lebih aman dan juga ramah lingkungan karena tidak menimbukan asap ataupun meninggalkan jelaga.
Industri Perminyakan Ramah Lingkungan
Paradigma terkait industri perminyakan yang kurang ramah lingkungan tampaknya masih melekat di benak khalayak umum. Meskipun demikian, dalam praktiknya di lapangan, industri perminyakan sendiri sesungguhnya adalah industri yang sangat mempertimbangkan lingkungan dan dampak kedepannya. Gerak selaras juga ditunjukkan oleh pemerintah yang mendukung keputusan Protokol Kyoto melalui kebijakan Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB).
Berbagai upaya pencegahan dan kontrol polusi lingkungan dari setiap aktivitas, produk, dan jasa di perusahaan telah dilakukan, antara lain seperti pemanfaatan hidrokarbon dari gas flare untuk diolah menjadi gas alam ataupun inovasi terbaru yaitu Carbon Capture Storage (CCS). Teknologi CCS dapat mengurangi emisi karbon dari industri perminyakan dengan menangkap karbon dioksida di udara kemudian disimpan melalui injeksi kembali ke bawah permukaan bumi sebagai usaha recovery lapangan minyak atau gas yang produksinya menurun.
SPE for Environment kali ini menjadi wadah informasi untuk meluruskan paradigma dan fakta di lapangan kepada masyarakat. Harapan untuk kedepannya adalah setelah mengetahui informasi-informasi yang telah disampaikan, segala elemen di Indonesia termasuk pemerintah dan masyarakat dapat lebih bijak menyikapi praktik industri perminyakan di Indonesia, tidak hanya berat sebelah pada satu opini sehingga kelak akan terwujud Indonesia yang cerdas energi.