Studi Lapangan IPAL Bojongsoang Mahasiswa Teknik Lingkungan
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
Selasa, 19 September 2006, mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan ITB angkatan 2003 mengadakan Studi Lapangan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bojongsoang Bandung. Program Studi Lapangan yang dibiayai oleh Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FSTL) ini merupakan kegiatan tahunan dalam kerangka mendukung mata kuliah Perencanaan Bangunan Pengolah Air Limbah. Melalui kegiatan Studi Lapangan ini diharapkan para mahasiswa Teknik Lingkungan yang kelak akan bergerak di bidang pengelolaan air limbah ini mendapatkan gambaran real mengenai bagaimana merekayasa limbah perkotaan agar saat di buang ke badan air, memenuhi daya dukung lingkungan badan air dan tidak merusak ekosistem badan air.
Kendati berlokasi di Kabupaten Bandung, sebenarnya, IPAL Bojongsoang ini adalah milik Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung. PDAM Bandung, sebagai PDAM yang cukup besar, memiliki tiga divisi; divisi air bersih yang menangani air kotor, divisi umum, dan divisi air kotor yang menangani limbah rumah tangga. Namun, IPAL yang berjarak 12 km dari kota Bandung ini belum sepenuhnya menangani air limbah rumah tangga dari seluruh Bandung. IPAL Bojongsoang baru bisa menangani air limbah dari wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah bagian Selatan. Selain mengolah air limbah yang masuk langsung dari saluran perpipaan, IPAL Bojongsoang juga menerima air limbah dari tangki septik (septic tank) yang dikumpulkan oleh mobil-mobil pengumpul tinja. "Kira-kira (pelayanannya) baru 58 persen dari kota Bandung," tutur Dra. Betty, Kepala IPAL Bojongsoang. Masalah mengapa tidak bisa seluruh air limbah rumah tangga kota Bandung diolah di sini, bukan pada kapasitas IPAL Bojongsoang yang tidak mencukupi. "Jaringan perpipaan di Bandung Barat dan Bandung Utara belum dihubungkan dengan jaringan perpipaan menuju IPAL ini," tuturnya, "Selama ini penduduk Bandung Barat dan Bandung Utara kebanyakan langsung membuang air limbahnya ke Sungai Citepus." Dia mengatakan bahwa tahun depan Pemerintah Pusat berjanji akan memberikan bantuan dana untuk dapat membangun perpipaan yang membuat jaringan perpipaan Bandung Barat dan Bandung Utara terhubung dengan jaringan perpipaan yang menuju IPAL Bojongsoang. "Kalau begitu, IPAL ini benar-benar sesuai dengan fungsinya, yaitu mengurangi beban pencemaran sungai-sungai di Bandung."
Sistem pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang terhitung konvensional. Proses-prosesnya mengutamakan proses alami, tanpa bantuan teknologi yang rumit dan tanpa bantuan bahan kimia aditif. IPAL seluas 85 hektar ini mengolah air limbah melalui dua proses utama, yaitu proses fisik dan biologi. Proses fisik memisahkan air limbah dari sampah-sampah, pasir, dan padatan lainnya sehingga proses pengolahan biologi tidak terganggu. Proses biologi mengolah air limbah sehingga parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), kandungan bakteri Coli, kandungan logam berat, dll memenuhi daya dukung lingkungan badan air di mana air limbah yang sudah diolah ini akan dibuang. Kolam pengolahan biologi terdiri dari 14 kolam yang terdiri dari dua kompartemen utama, kompartemen A dan kompartemen B. Jadi, masing-masing kompartemen terdiri dari tujuh kolam yaitu, tiga kolam anaerob, dua kolam fakultatif, dan dua kolam maturasi.
IPAL Bojongsoang memiliki kapasitas pengolahan 80.000 meter kubik air limbah perhari. Namun, pemanfaatannya masih jauh di bawah itu. Air limbah eksisting yang diolah hanya 40.000 meter kubik. Penyambungan sistem perpipaan air limbah Bandung Barat dan Bandung Utara ke sistem perpipaan menuju IPAL Bojongsoang diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan IPAL Bojongsoang sekaligus menurunkan beban pencemaran Sungai Citepus yang hingga sekarang terus-menerus menerima air limbah yang tidak diolah dahulu dari pemukiman di kawasan Bandung Barat dan Bandung Utara.
Salah satu permasalahan yang dialami IPAL Bojongsoang, yaitu IPAL ini hanya didesain untuk mengolah air limbah rumah tangga. Kenyataannya IPAL ini sering menerima air limbah yang berasal dari industri kecil dan industri rumah tangga yang tidak memiliki IPAL mandiri dan langsung membuang air limbahnya ke IPAL Bojongsoang. Selain itu, masyarakat sekitar juga sering merepotkan perawatan dan operasional IPAL Bojongsoang; misalnya dengan ikut mengambil air limbah dari kolam-kolam pengolahan untuk irigasi. "Padahal air limbah yang mereka sedot dari kolam pengolahan itu air limbah yang masih tercemar," tutur Betty. Selain itu banyak juga yang 'menitipkan' ikan-ikan untuk dibudidayakan di kolam pencemaran. "Ikan-ikan yang hidup di kolam-kolam pengolahan pasti akan memiliki kandungan logam berat yang tinggi," akunya. Betty mengaku sulit mengontrol campur tangan negatif dari masyarakat sekitar karena luasnya IPAL yang 85 hektar serta perasaan serba salah. "Di musim kemarau panjang, saat sumur-sumur kering dan gak ada hujan, mereka sangat butuh air untuk menyambung hidup," katanya, "Gak bisa seenaknya kita melarang (mereka memanfaatkan air di IPAL)."