Studium Generale ITB: Menciptakan Kampus Aman Tanpa Kekerasan Seksual

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Studium Generale dengan topik "Kampus Aman tanpa Kekerasan Seksual" yang disampaikan Guru Besar Antropologi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A., di Aula Barat ITB, Rabu (30/08/2023). Beliau mengurai kompleksitas kekerasan seksual dan reformasi hukum terkait.

Prof. Sulistyowati menjelaskan bahwa kekerasan seksual adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang mampu merenggut nyawa, menyebabkan cacat, atau menciptakan trauma seumur hidup.

Berdasarkan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, kekerasan seksual mencakup perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh dan fungsi reproduksi seseorang. Kondisi tersebut kerap muncul karena adanya ketidaksetaraan kekuasaan dan gender, yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kesehatan mental, dan akses pendidikan tinggi yang aman.

Terdapat dua unsur utama dalam kekerasan seksual yang disoroti Prof. Sulistyowati. Pertama, ketiadaan consent (izin). Ketika korban tidak melakukan perlawanan secara fisik, bukan berarti ada izin yang diberikan kepada pelaku. Kedua, adanya relasi kuasa yang lebih unggul dibandingkan korban. Ketidaksetaraan kekuasaan sering membuat korban tidak dapat menolak karena ancaman atau tekanan yang diberikan pelaku.

Prof. Sulistyowati mengidentifikasi beberapa miskonsepsi yang umum terkait hukum kekerasan seksual. Hal ini termasuk keyakinan bahwa jika ada izin, maka kegiatan seksual sah.

Dalam konteks hukum, Prof. Sulistyowati membahas perubahan yang dinantikan, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No. 12/2022. UU ini telah lama tertunda di DPR, dan membawa perubahan penting dalam hukum kekerasan seksual di Indonesia.

UU TPKS menetapkan prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan lingkup hukum terkait kekerasan seksual. Prinsip-prinsip tersebut mencakup penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, sedangkan tujuannya untuk pencegahan kekerasan seksual, perlindungan korban, dan penindakan pelaku.

Dalam UU TPKS, terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang diatur secara resmi, termasuk pelecehan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan perkawinan, dan lain-lain. Core crime dalam kekerasan seksual termasuk perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, dan sebagainya.

Prof. Sulistyowati menyampaikan bahwa berdasarkan Catatan Tahunan 2020, terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang tahun 2019. Besarannya naik 6 persen dari tahun sebelumnya (406.178 kasus) atau sekitar 792 persen selama 12 tahun dari 33 provinsi di Indonesia. Umumnya, kasus tersebut terjadi di ranah domestik dan komunitas, dengan pelaku yang berasal dari pelbagai kalangan, termasuk keluarga dan lingkungan kampus.

Demi terhentinya kekerasan seksual di kampus, langkah penting yang mesti dilakukan adalah pembentukan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.

Di sisi lain, Prof. Sulistyowati memberikan pesan tentang pentingnya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus dan masyarakat secara lebih luas. Hal ini diperlukan untuk memastikan kampus yang aman, mendukung hak asasi manusia, dan menjauhkan masyarakat dari ancaman kekerasan seksual.

Reporter: Iko Sutrisko Prakasa Lay (Matematika, 2021)

Editor: M. Naufal Hafizh