Studium Generale ITB: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Kekerasan seksual merupakan isu terbesar yang sampai sekarang masih kerap menghantui kaum perempuan. Perguruan tinggi, sebagai entitas yang diharapkan menjadi tempat aman dari berbagai perilaku kekerasan seksual pun nyatanya tak lepas dari kasus ini.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Isu PPKS ini diangkat pula pada kuliah KU-4078 Studium Generale bersama Olivia Chadidjah Salampessy selaku Wakil Ketua Komnas Perempuan pada Rabu (2/11/2022).
Di awal pemaparannya, Olivia menunjukkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2012-2021. Catatan tersebut merekam 2.247.594 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual dengan tren peningkatan setiap tahunnya. Khusus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, sepanjang 2015 2021 data yang masuk ke Komnas Perempuan berjumlah 67 dengan 35 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.
Olivia menambahkan, “Di dalam catatan kami, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi umumnya memanfaatkan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi dan pembimbing penelitian dengan modus mengajak korban ke luar kota, melakukan pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik di saat bimbingan skripsi di dalam maupun di luar kampus.”
Menurutnya, hampir semua korban kekerasan seksual mengalami trauma psikis. Kondisi ini berdampak luas pada kehidupan korban termasuk proses belajar yang seharusnya menjadi fokus utama. Beberapa korban bahkan sampai mengakhiri hidupnya sendiri karena trauma berkepanjangan. Hal ini diperparah dengan konstruksi sosial dalam masyarakat yang menjalankan budaya patriarki sehingga perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat yang termarginalkan.
“Kekerasan seksual diakibatkan oleh cara pandang kita melihat perempuan, perempuan dianggap ‘barang’, ada objektifikasi terhadap tubuh perempuan, perempuan dianggap kaum yang lemah. Karena kondisi kerentanan perempuan inilah maka kekerasan seksual itu terjadi,” terang Olivia.
Upaya Mencegah Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
Merespons tingginya kasus kekerasan seksual terutama di perguruan tinggi, pemerintah telah hadir dalam penyediaan regulasi dan kepastian hukum melalui Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Peraturan ini mengamanatkan penumbuhan lingkungan kampus yang nyaman dan kondusif bagi semua warga kampus.
Langkah pencegahan kekerasan seksual oleh kampus dilakukan melalui kegiatan pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan. Sedangkan langkah penanganan diwujudkan dalam empat langkah nyata berupa pendampingan terhadap korban, perlindungan korban, pemulihan korban secara fisik maupun psikis, dan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku.
“Selain itu untuk pencegahan dan penanganan ini, negara sudah menyiapkan berbagai institusi dan satuan tugas untuk melakukan koordinasi dan pemantauan sejauh mana pencegahan dan penanganan PPKS ini sudah berlangsung,” ujar Olivia.
Sebagai sebuah perilaku yang terjadi dalam komunitas bermasyarakat, kasus kekerasan seksual sebenarnya bisa diupayakan untuk dikontrol dan dicegah oleh anggota masyarakat itu sendiri melalui langkah-langkah sederhana. Selain itu, keluarga sebagai lingkungan terdekat selayaknya berperan sebagai tempat pendidikan, penguatan moral, dan lingkungan komunikasi yang baik bagi setiap anggotanya. Dengan pengawalan yang baik dari setiap agen dalam masyarakat serta kehadiran pemerintah di dalamnya, diharapkan kasus kekerasan seksual utamanya yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi dapat dicegah seoptimal mungkin.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)