Studium Generale ITB: Pentingnya Regulasi dalam Perkembangan Teknologi

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Pada Rabu (16/2/2022), Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali melaksanakan acara Studium Generale yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube ITB. Acara hari ini mengusut topik Tantangan Perkembangan Teknologi, Demokrasi, dan Pentingnya Regulasi yang dibawakan oleh Prof. Dr. Drs. Henri Subiakto, S.H., M.A., Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI.

Pada zaman sekarang, perkembangan teknologi telah mendeterminasi kehidupan, termasuk kehidupan berdemokrasi. Teknologi memberikan kekuatan dan peran kepada suatu individu. Prof. Henri menjelaskan bahwa prinsip dan regulasi lama kini tidak lagi relevan. Hal ini disebabkan karena percepatan dari perkembangan teknologi yang menempatkan dunia pada kondisi yang belum pernah kita alami. Di sinilah pentingnya seorang akademisi memainkan peran.

Saat ini teknologi tidak hanya mencetak sejarah baru, tetapi juga dapat mengubah sejarah tersebut. Beberapa aliran kritis serta aliran teori yang berasal dari Frankfurt School, Chicago School, dan Toronto School juga mengatakan bahwa perubahan drastis teknologi memang mengubah sejarah. Hal ini terlihat dari era penemuan mesin cetak yang berhasil membawa perubahan dan menandai era kebangkitan baru (Renaisans).

Teknologi berkembang dengan sangat pesat terutama pada teknologi digital. Teknologi digital memungkinkan miliaran manusia saling terhubung satu sama lain, baik secara ekonomi maupun sosial. Keterhubungan ini disebabkan oleh teknologi digital yang memunculkan model bisnis, model politik, dan modek komunikasi yang baru. Hal ini membuat seseorang bisa menjadi seorang kritikus, wartawan, jurnalis, dll cukup dengan hanya memiliki gawai.

Namun, di era yang serba digital ini terdapat beberapa pihak yang sangat diuntungkan. Pihak tersebut adalah pihak yang memiliki platform digital secara global. Adanya surveillance capitalism membuat mesin-mesin digital bisa membaca perilaku manusia. Hal ini membuat manusia sebagai komoditas.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga itu menjelaskan, ada beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini. Misalkan dalam menggunakan media sosial. Media sosial yang mulai menimbulkan kebenaran semu merupakan hasil manipulasi kegaduhan dan komputasi propaganda. Misinformasi yang dianggap sebagai kebenaran sehingga menjadi sebuah realita di dalam pikiran membuat seorang menjadi fanatik.

Fanatisme kerap menjadi penyebab suatu negara runtuh. Fanatisme menyebabkan segelintir orang merasa bahwa realita yang ada di dalam pikiran mereka benar sehingga menimbulkan konflik yang memicu perang saudara. “Kalau dulu segregasi hanya berlaku secara fisik, sekarang sudah berlaku secara digital ketika semua berada di echo chamber yang sama,” tutur Prof. Henri.

Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena dunia digital, Pemerintah menghadirkan peraturan yang mengatur kehidupan di dalam dunia digital. Peraturan ini yang saat ini sering kita kenal sebagai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Reporter: Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatika 2020)