Studium Generale ITB: Upaya Pemulihan Lingkungan Lewat Perencanan dan Perancangan yang Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Dualisme sudut pandang lingkungan dan sosial ekonomi dalam pembangunan sudah sejak lama menjadi pendekatan yang sering digunakan sekaligus paling sering dievaluasi. Prasetyo Adi, arsitek PT Pandega Desain Weharima membahas topik ini pada KU4078 Studium Generale ITB.

Ia membawakan materi berjudul “Perencanaan dan Perancangan Restoratif untuk Ketahanan Dunia Menghadapi Perubahan Iklim” pada Rabu (9/11/2022). Sesi kuliah ini ditujukan untuk menguraikan respons manusia atas ancaman perubahan lingkungan akibat pembangunan yang dilakukannya.

Perubahan iklim merupakan permasalahan besar yang sedang dihadapi oleh bumi saat ini. Data menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-19, aktivitas manusia telah banyak mengubah kestabilan iklim bumi melalui berbagai kegiatan. Dari sektor bangunan gedung dan konstruksi, efek yang ditimbulkan dapat berakibat pada polusi udara hingga cemaran bahan kimia.

Respons Pemulihan Bangunan

Respons pemulihan kondisi lingkungan mulai dari skala bangunan diwujudkan mulai dari desain hingga proses konstruksi. Sebuah bangunan setidaknya harus memenuhi 3 aspek yaitu fungsi, visual, dan lingkungan. Upaya pencapaian ketiga aspek ini harus dimaksimalkan berdasarkan konsep berkelanjutan, mulai dari penciptaan desain, pemilihan material bangunan, hingga operasional dan pemeliharaan.

Selain proses pengadaan dan produksi yang diarahkan untuk tetap berkelanjutan, penggunaan bangunan atau konsumsinya juga harus sejalan dengan konsep ini. Penggunaan bangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu bagian dari ekonomi sirkular dengan mendorong penggunaan berulang pada sebuah bangunan setelah melalui proses perbaikan maupun penyesuaian.

Respons Pemulihan Wilayah Perkotaan

Di samping bangunan, desain perkotaan secara umum juga penting dalam mewujudkan keberlanjutan. Misalnya dari segi transportasi, infrastruktur publik yang memadai seperti transportasi publik yang baik serta akses pejalan kaki yang nyaman mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Penurunan kendaraan pribadi juga akan berdampak pada pengurangan emisi karbon yang dilepaskan ke lingkungan sehingga turut berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim.


“Secara individu kita (masyarakat Indonesia) tidak malas jalan kaki. Siapa pun yang pernah pergi ke luar negeri yang transportasi publiknya bagus, sarana pejalan kakinya bagus, tentu mereka beradaptasi. Nah masalah kita apa sebenarnya? Apakah manusia atau kotanya sendiri yang tidak sesuai. Ini yang harus didalami lebih jauh,” ujar Prasetyo.

Restorasi Ekonomi

Restorasi ekonomi merupakan perubahan fase dari ekonomi ekstraktif ke arah ekonomi restoratif. Proses ini penting dalam menjamin keberlanjutan dalam kegiatan ekonomi yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alami.

Pelaksanaan restorasi ekonomi perlu didukung oleh komunitas lokal. Komunitas lokal didorong untuk menentukan sendiri sikap dan tindakan mereka dalam hal restorasi sumber daya berdasarkan potensi dan kebutuhan mereka sesuai prinsip participatory planning.

“Dengan participatory planning kami memfasilitasi, jadi kami bukan arsitek yang datang membawa gambar desa yang ideal, tapi masyarakat ikut menyusun sesuai kebutuhan mereka masing-masing,” pungkasnya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)