Nyoman Nuarta: Patung Garuda Wisnu Kencana adalah Identitas Bangsa

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id -- Seniman Nyoman Nuarta menjadi pembicara dalam kuliah umum dalam Studium Generale KU- 4078 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, Rabu (21/11/2018). Dalam kuliah umum yang dihadiri ratusan mahasiswa itu, Nuarta berbagi pengalaman dalam membuat mahakarya patung Garuda Wisnu Kencana (GWK).


Alumni Seni Rupa ITB tahun 1973 ini, bercerita tentang proses pembuatan GWK di Ungasan, Jimbaran, Bali. Pembuatan patung GWK sangat penuh perjuangan dan banyak tantangan harus dihadapi. Pembuatannya, dimulai pada 1990 dan sempat terhenti pada 1998 karena krisis moneter yang melanda Indonesia. Patung tersebut akhirnya selesai dibuat dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 September 2018.

Patung GWK memiliki tinggi 121 meter. Karena ukurannya yang raksasa, pembuatannya dilakukan dengan cara dibagi ke dalam 754 modul. Proses pengerjaan dibuat dengan modul per modul agar bisa dilakukan dengan cepat. Satu modul memiliki berat sekitar 2 ton. Modul-modul tersebut dibawa dari Bandung ke Bali menggunakan 500 truk tronton. Bahan kulit patung terbuat dari tembaga yang dilapisi oleh kunigan supaya lebih tahan terhadap panas dan terpaan angin. "Kita perkuat dengan kuningan karena tembaga mudah bergerak di atas suhu 60 derajat saja, kalau kuningan titik lelehnya di atas 1000," ucapnya.


Baginya patung GWK adalah karya seni yang menjadi identitas bangsa. Melalui GWK ia ingin mewujudkan bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, kita bisa menciptakan sesuatu karya seni yang diakui dunia. Patung ini memiliki berat lebih kurang 3.000 ton. "Pembuatan patung tak semudah yang dibayangkan. Rintangan yang dihadapi banyak yang mengkritik, tidak setuju ngapain bikin patung," katanya. Belum lagi perhitungan pengaruh alam seperti terpaan angin, gempa bumi dan faktor alam lainnya.

Nama Nyoman Nuarta sangat dikagumi karena patung-patung yang telah ia buat banyak menjadi ikon sebuah daerah. Sebut saja Patung Presiden Soekarno di Monumen Proklamasi di Jakarta, Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya dan banyak lainnya. Ia tercatat sebagai pelopor gerakan seni rupa baru tahun 1976. Sebuah gerakan yang membebaskan ekspresi dan bentuk karya para seniman.

"Jadi GWK ini secara sains bisa dipertanggungjawabkan. Karena yang namanya pariwisata modern tidak terlepas dari insurance. Yang mengerjakan strukturnya siapa, perusahaannya ada ISO-nya tidak," kata Nuarta yang pernah menerima penghargaan Ganesa Widya Jasa Utama dari ITB.

Lewat Patung GWK, Nuarta menginginkan masyarakat Indonesia terbuka pikirannya bahwa dengan seni dan kebudayaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang besar untuk warga sekitar. Itulah cita-cita yang dibayangkan Nuarta, sehingga patung GWK harus direalisasikan. Bahkan karena support dari segi dana kurang, maka diambil keputusan untuk menjual aset dari GWK kepada swasta dengan harapan proses pembangunan kembali berlanjut.

"Pariwisata kita sudah menyatakan ada devisa yang dibuat oleh industri pariwisata itu 190 triliun tahun ini. Dari mana asalnya pariwisata kita? 40 persennya itu minimal dari pariwisata budaya," ungkapnya.



Dia berpesan kepada mahasiswa agar bisa mengambil pelajaran dari pembuatan patung tersebut. Jangan mudah putus asa. Belajar yang giat karena sekarang fasilitas sudah sangat mendukung untuk kegiatan belajar mahasiswa. SG tersebut dibuka terlebih dulu oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi Dr. Miming Miharja ST. M.Sc., Eng. Menurutnya, patung GWK tidak hanya dilihat secara fisik, namun mengandung makna filosofis yang mendalam.