Sujiwo Tejo Mendalangi Perang Baratayuda

Oleh habiburmuhaimin

Editor habiburmuhaimin

BANDUNG, itb.ac.id- Budayawan Indonesia, Agus Hadi Sujiwo atau yang lebih akrab disebut sebagai Sujiwo Tejo, hadir di Aula Barat ITB, Rabu (24/06/09), sebagai seorang dalang. Dengan membawakan lakon: Karno Tanding, "Mewaspadai Tak Kunjung Usainya Potensi Perang Saudara", Sujiwo Tejo tampil dengan pagelaran wayang kreatif yang mengkolaborasikan saxophone dan suara gamelan. Seperti dikutip dari Surabaya Post, Pendiri Unit Kegiatan Mahasiswa Loedroek ITB ini berupaya, selain untuk membuktikan eksistensi dan konsistensinya terhadap dunia seni etnik dan kontemporer, juga untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa kesenian tradisional tidak pernah mati.

Pagelaran tersebut merupakan sebuah sinopsis atas tafsir masa kini. Berceritakan tentang Karno, anak kandung Dewi Kunthi Talibrata yang kemudian dibesarkan oleh raja Diraja Astina alias bangsa Kurawa, Duryudana, pagelaran ini sarat akan makna dan hiburan. Dewi Kunthi yang kemudian melahirkan "Pandawa Lima": Yudhistira, Bima, Arjuna, dan dua anak angkat, yaitu Nakula dan Sadewa, menjadi terguncang ketika menjelang Baratayuda, perang Pandawa dan Kurawa tak terelakkan. Perang antara Karno yang telah bergelar Adipati dengan "Pandawa Lima" menjadikan perang ini bertemakan perang saudara.

Demi kedamaian, Karno tak bisa membatalkan perang karena jika demikian, maka Kurawa akan tetap bercokol menjadi sumber malapetaka dunia. Arjuna pun yang berperan sebagai panglima perang Pandawa mengalami pergolakan ketika harus memisahkan antara tali persaudaraan dan permusuhan. Konflik batin yang terjadi menambah kekontrasan yang ditampilkan Sujiwo Tejo pada malam tersebut.

foto: surabayapost