Talkshow ATRIA 2024: Menciptakan Ruang Intuitif dan Nyaman dengan Pendekatan UX dalam Arsitektur

Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022

Editor Anggun Nindita

Talkshow “Human-Centered Design: Bringing UX Approach Into Design” ATRIA 2024 di Auditorium CC Timur, Sabtu (28/9/2024). (Dok. Tim ATRIA 2024)

BANDUNG, itb.ac.id - Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan talkshow dengan tema “Human-Centered Design: Bringing UX Approach Into Design”. Talkshow yang merupakan penutup dari serangkaian acara ATRIA 2024 ini dilaksanakan di Auditorium CC Timur, Sabtu (28/9/2024).

Talkshow ini dimoderatori oleh Dosen Arsitektur ITB, Dr. Eng. Mochamad Donny Koerniawan, S.T., M.T. Terdapat tiga narasumber berpengalaman yang hadir untuk membahas topik tersebut, yakni Lead Product Designer SixtyTwo Ivan Afandi, Arsitek dan Founder Gugus Gagas Studio Widi Cahya Yudhanta, M.Sc., dan Principal Formologix Laboratory Ar. Dani Hermawan, M.Arch, IAI.

Ivan Afandi menjelaskan bahwa UX adalah proses membuat desain suatu produk yang intuitif, efisien, serta dapat dinikmati penggunanya. UX menjadi penting karena didasarkan pada pengalaman penggunanya. Terdapat beberapa prinsip dalam penggunaan UX, yaitu mengarahkan pengguna mengenai cara pemakaiannya, memberikan kontrol yang jelas, serta memudahkan akses informasi.

Perkembangan teknologi seperti AI, AR, dan VR membuka banyak kesempatan baru sekaligus tantangan untuk menjaga desain agar tetap bernilai. Maka, faktor-faktor seperti personalisasi, inklusivitas, imersif, dan pertimbangan etika harus selalu diperhatikan.

“Desain yang baik itu mencegah penggunanya mengalami frustasi dan eror. Dalam prosesnya, seorang desainer harus dapat memahami konteks budaya yang kompleks serta menyeimbangkan inovasi dengan tradisi,” ujar Ivan.

Sementara itu, Widi Cahya Yudhanta, M.Sc., menyebutkan sensor dan indra merupakan hal utama yang akan terpengaruh oleh ruang. Mata akan memberi instruksi pergerakan manusia, hidung akan menginformasikan aroma di sekitarnya, lalu kognitif akan membentuk kemampuan manusia dalam merespon ruang.

Suatu desain harus dapat dipakai dengan nyaman karena ruang akan mempengaruhi kebiasaan penggunanya. Dalam hal ini, dunia virtual dapat membantu manusia dalam memproyeksikan dampak desain dari suatu bangunan. Proses ini merupakan langkah awal untuk memastikan suatu desain sudah sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

“Kita harus mengetahui kebiasaan dan kebutuhan manusia sebelum mendesain suatu ruang. Ruang bisa direkayasa, tetapi orangnya tidak bisa direkayasa. Maka, perlu terciptanya sinergitas antara manusia dan ruang," tutur Widi.

Di sisi lain, Ar. Dani memberikan pandangan bahwa peran UX dalam desain komputasi adalah sebagai katalis. Dari yang awalnya menggunakan metode konvensional, maka dengan hadirnya UX dapat mempercepat proses pengerjaan desain.

Menurut beliau, desain adalah proses yang mengubah sesuatu yang semula mungkin menjadi kenyataan. Setelah direalisasikan, desain perlu dievaluasi dan disesuaikan kembali secara terus-menerus. Proses tersebut dilakukan secara berurutan, sehingga seringkali modifikasi dilakukan secara tidak langsung. Namun, UX dapat mempermudah modifikasi secara langsung dan bersifat responsif.

“UX ini sangat membantu desainer. Namun, perlu dipahami bahwa produk bukanlah hasil akhir. Seharusnya, dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap produk supaya dapat meningkatkan performa suatu bangunan dari waktu ke waktu," tambahnya.

Acara ini ditutup oleh Ketua Program Studi Magister dan Doktor Arsitektur SAPPK ITB, Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D., yang mengajak peserta untuk menjadikan ATRIA sebagai pemantik agar dapat maju bersama. Selain itu, beliau juga menekankan bahwa kolaborasi antara arsitek, desainer, dan komunitas lainnya dapat membuat arsitektur semakin kompleks dan bermanfaat.

Reporter: Chysara Rabani (Teknik Pertambangan, 2022)