Orasi Ilmiah Prof. Kridanto Surendro: Sistem Informasi Berkelanjutan untuk Menangani Krisis Iklim

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh


BANDUNG, itb.ac.id - Forum Guru Besar (FGB), Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Orasi Ilmiah Guru Besar, Sabtu (16/3/2024) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha. Salah seorang oratornya yakni Prof. Ir. Kridanto Surendro, M.Sc., Ph.D. dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) dengan judul orasi “Sistem Informasi Berkelanjutan”.

Prof. Kridanto lahir di Pekalongan tahun 1964. Beliau meraih gelar Sarjana Teknik Industri di ITB pada tahun 1987, gelar Master Teknik dan Manajemen Industri ITB pada tahun 1991, dan gelar Ph.D. computer science dari Keio University pada tahun 1999.

Beliau telah melakukan penelitian di bidang ilmu komputer, khususnya pada objek yang dapat dideformasi, dan telah menerima berbagai penghargaan, termasuk gelar Dosen Terbaik pada tahun 2011-2012, hibah untuk penelitian dan pengembangan, dan penghargaan penelitian internasional.

Beliau pun telah menerbitkan banyak artikel di jurnal terindeks dan telah membimbing sebanyak 181 mahasiswa S1, 202 mahasiswa S2, dan 12 mahasiswa S3. Prof. Kridanto juga telah menulis dua buku tentang implementasi tata kelola teknologi informasi dan pengembangan rencana induk sistem informasi.

Beliau menjelaskan bahwa karbon dioksida secara alami dilepaskan oleh organisme hidup, tetapi tanaman menyerapnya melalui fotosintesis saat siang dan melepaskannya saat malam. Aktivitas manusia dan hewan, seperti pembakaran bahan bakar fosil, berkontribusi secara signifikan terhadap emisi karbon. Karbon biru mengacu pada karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan bakau dan lamun, yang dapat menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar.

“Tanpa gas rumah kaca suhu rata-rata permukaan bumi akan menjadi di bawah titik beku air akan tetapi jika terlalu banyak gas rumah kaca maka akan menyebabkan pemanasan global,” ujarnya.

Beliau mengungkapkan bahwa panel global tentang perubahan iklim, mendesak pengurangan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia sebesar 50 persen pada tahun 2030 dan emisi nol pada tahun 2050 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius.

Adapun Pembangunan Berkelanjutan (SDG’S) PBB bertujuan untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan untuk semua, sementara standar ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) untuk bisnis mencakup kriteria lingkungan dan penerapan prinsip-prinsip ESG dalam praktik bisnis untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang.

Beliau menekankan pentingnya mengukur dan mengurangi emisi karbon di sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Green ICT mengacu pada penggunaan perangkat keras yang ramah lingkungan dan praktik hemat energi, sedangkan Green By ICT melibatkan penggunaan teknologi untuk membantu mengurangi emisi karbon. Bank Dunia merilis panduan pada tahun 2023 untuk menghitung emisi karbon di sektor TIK, dengan fokus pada emisi operasional dari perangkat tertentu seperti komputer dan server.

Beliau menyebutkan penggunaan pembelajaran mesin dan informasi kuantum untuk memproses dan memprediksi emisi karbon. Beliau juga membahas tentang kerangka kerja Informatika Energi dan perlunya lebih banyak penelitian tentang emisi karbon.

Penelitian yang dilakukan terhadap emisi karbon yang dihasilkan oleh para mahasiswa di ITB melibatkan 1.071 mahasiswa dari Departemen Teknologi Informatika, STI, dan Magister Informatika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total emisi karbon per tahun dari satu orang mahasiswa adalah 570,2 kg, dengan rata-rata emisi harian sebesar 3,08 kg.

Pada dasarnya ada tujuh jenis aktivitas yang bisa digunakan untuk mengurangi emisi karbon. “Aktivitas yang memberi dampak yang terbesar dan untuk jangka pendek adalah inovasi model bisnis,” ujar Prof. Kridanto. Inovasi model bisnis, khususnya rekayasa ulang proses, dapat menghasilkan penggunaan energi yang lebih efisien dan aplikasi serta layanan yang lebih cepat.

Beliau pun menyebutkan pentingnya kerangka kerja universitas yang berkelanjutan, “Kami mengusulkan sebuah kerangka kerja berupa Green IT For Higher Education Institutions (GITHEI) Framework,” tuturnya. Namun, implementasi manajemen emisi karbon membutuhkan perencanaan dan koordinasi yang matang. Beliau mencatat bahwa sebagian besar laporan keberlanjutan dari perusahaan-perusahaan di Indonesia masih bersifat normatif dan tidak memiliki bukti konkret tentang perbaikan lingkungan.

Pada akhir orasinya, beliau membahas pentingnya menciptakan sistem untuk data emisi karbon dan perlunya sistem informasi yang terintegrasi untuk mengelola emisi karbon secara efektif. “Saya membayangkan bahwa pada dasarnya kita perlu membuat sebuah sistem mirip ERP untuk emisi gas karbon tersebut,” ujarnya.

Beliau menekankan perlunya pemanfaatan kecerdasan buatan, pembelajaran mesin dan informasi kuantum agar bisa diperoleh hasil yang lebih tepat, lebih akurat dan lebih efisien.

Reporter: Satria Octavianus Nababan (Teknik Informatika, 2021)