Teknologi Struktur Terapung, Solusi Persoalan Lingkungan dan Kebutuhan Energi di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Sebagai negara maritim, Indonesia memperoleh begitu banyak keuntungan sumber daya alam. Namun di sisi lain, keadaan Indonesia sebagai negara maritim juga menimbulkan berbagai risiko bencana alam; banjir hingga tsunami.

Oleh karena itu perlu adanya suatu inovasi yang dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan bangsa. Struktur terapung menjadi solusi yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan itu.

Melalui “Workshop Series LPPM ITB Volume 9 Tahun 2022”, Dosen Peneliti, Pusat Penelitian Energi Baru Terbarukan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Farid Putra Bakti, Ph.D., memaparkan tentang teknologi struktur terapung dengan nama acara “Floating Structures, Pushing the Frontier of Energy Utilization, Habitable Space, and Mobility,” pada Rabu (14/9/2022).

“Kehadiran struktur terapung telah menjadi penyelamat untuk umat manusia sejak dahulu kala. Sebagai contoh, kisah bahtera Nabi Nuh yang berhasil menjadi media penyelamat umat manusia dan berbagai makhluk hidup lain merupakan bentuk nyata dari peran struktur terapung pada zaman dahulu kala,” jelas Farid.
Seiring perkembangan zaman, kini persoalan yang kerap dijumpai di kehidupan sehari-hari adalah mulai naiknya muka air laut, kebutuhan energi bersih dan berkelanjutan, kebutuhan lahan hunian dan pangan, hingga mobilisasi barang dan manusia. “Berbagai permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pemanfaatan struktur terapung,” tegas Farid

Salah satu contoh konkret penyelesaian masalah dengan struktur terapung adalah penciptaan kapal-kapal yang semakin besar untuk mengatasi peningkatan kebutuhan mobilisasi barang dan manusia yang semakin besar. Selain itu, rumah atau kota terapung juga sudah banyak diciptakan untuk mengatasi permasalahan terkait peningkatan kebutuhan lahan hunian.

“Berbagai negara seperti Belanda dan Korea Selatan telah menciptakan dan mengembangkan berbagai perumahan yang dibangun secara terapung di kawasan kanal hingga tepi lautan,” papar Farid.

Permasalahan terkait peningkatan kebutuhan pangan dan lahan pertanian juga dapat teratasi dengan pengembangan akuakultur di laut lepas dengan memanfaatkan teknologi struktur terapung. Contoh pelaksanaan akuakultur di laut lepas adalah pengembangan peternakan ikan di laut lepas. Sistem akuakultur di laut lepas ini juga dilengkapi sistem perawatan dan pengawasan otomatis.

Bukan hanya menjadi solusi untuk permasalahan terkait bencana, mobilitas, dan lahan, teknologi struktur terapung juga dapat menjadi solusi untuk permasalahan di bidang energi. Struktur terapung dapat dikembangkan untuk menghasilkan energi bersih dan berkelanjutan. “Perairan mengisi 71% dari total luas Bumi. Hal tersebut menandakan bahwa dunia ini memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah dari perairan, terutama lautan,” terang Farid.

Maka dari itu, melimpahnya sumber daya air di dunia, tak terkecuali Indonesia, dapat menjadi peluang untuk pengembangan sumber energi terbarukan. Bentuk nyata dari energi terbarukan yang bersumber dari air adalah pembangkit listrik tenaga air yang diciptakan melalui pengembangan struktur terapung.

Bentuk dari pembangkit listrik tenaga air dari struktur terapung juga sangat beragam. Mulai dari pembangkit listrik tenaga angin terapung, pembangkit listrik tenaga arus, pembangkit listrik tenaga gelombang, hingga pembangkit listrik tenaga surya yang dibuat terapung dan didirikan di laut.

“Struktur terapung berperan besar dan juga efektif untuk pembangunan pembangkit listrik di laut karena dapat menopang berbagai properti seperti panel surya, transformer, hingga inverter secara terapung dan tidak memerlukan fondasi yang harus mencapai dasar laut. Struktur ini juga dijaga oleh jangkar dan mooring pada suatu lokasi,” terang Farid.

Selain efektif secara pembangunan, pembangkit listrik tenaga surya dengan struktur terapung ini juga memiliki berbagai keunggulan lain. Mulai dari pemindahan lokasi yang mudah dengan towing, penggunaan lahan yang efisien dan hemat karena tak perlu bersaing dengan lahan hunian yang mahal di darat, tidak rentan terhadap bencana alam, dan temperatur yang ada di perairan lautan membuat kinerja panel surya lebih baik.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)