Terinspirasi dari Autotomi Kadal, Alumnus Teknik Sipil ITB Kembangkan Sistem Pencegah Keruntuhan Total pada Bangunan

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh


Pengujian skala penuh yang dilakukan pada Juni 2023, gedung runtuh sebagian setelah melalui fase kedua pengujian (YouTube: Nature)

BANDUNG, itb.ac.id — Runtuhnya kondominium 12 lantai yang tragis di Florida pada tahun 2021 sempat menggegerkan publik dan memunculkan banyak pertanyaan. Awalnya, kerusakan hanya terjadi pada satu bagian kemudian merembet ke sisi lainnya yang menyebabkan bangunan tersebut runtuh total kurang dari 12 detik. Kejadian ini mendorong para peneliti mengembangkan metode desain baru yang dapat diimplementasikan untuk menghentikan perambatan kegagalan (efek domino) pada struktur bangunan gedung.

Salah satunya adalah Andri Setiawan. Alumnus prodi Teknik Sipil 2009 Institut Teknologi Bandung (ITB) itu kini tengah menjalani penelitian post-doctoral, yang bertujuan mengembangkan metode rancang baru untuk mencegah keruntuhan total pada bangunan di Universitat Politécnica de Valéncia, Spanyol.

“Proyek bernama Endure ini didanai oleh European Research Council sebesar $2,72 juta. Kami mengembangkan sistem konstruksi baru yang dapat mencegah keruntuhan total pada bangunan. Jika terjadi bencana (kejadian abnormal), kerusakan akan dilokalisasi pada bagian yang rusak saja sehingga tidak menyebar ke bagian lain gedung,” ujarnya.

Berdasarkan peraturan gedung dan teori yang sudah dikembangkan sebelumnya, jika ada kerusakan di satu titik umumnya akan ditambahkan sistem ikatan (tying systems) pada gedung untuk mencegah keruntuhan. “Ketika ada satu elemen struktur gagal, beban yang tadinya ditahan oleh elemen tersebut akan diredistribusi ke elemen lainnya melalui sistem ikatan ini supaya struktur jangan sampai roboh. Namun, hal ini bisa menjadi bumerang karena mekanisme ikatan tersebut justru malah menarik seluruh bagian gedung ke bawah hingga runtuh secara total. Mekanisme ini umumnya juga dimanfaatkan untuk meruntuhkan gedung tua (demolisi) dengan menggunakan peledak (building implosions),” ujar Andri saat diwawancara, Rabu (22/5/2024).

Andri (bawah, ketiga dari kanan) bersama dengan para peneliti lainnya dari kelompok riset Building Resilient. (Dok. Istimewa)

Untuk membuktikan hal ini, mereka melakukan pengujian skala penuh pada Juni 2023. Tahap pertama, mereka menghilangkan dua kolom yang tidak berdekatan satu sama lain secara berbarengan. Pada tahap ini, bangunan masih bisa kokoh berdiri yang membuktikan bahwa sistem ikatan yang diterapkan cukup untuk meredistribusikan beban pada kondisi kerusakan kecil-menengah. Di tahap selanjutnya, mereka menghilangkan kolom sudut yang terletak di antara dua kolom yang dihilangkan pada tahap sebelumnya. Hal inilah yang memicu keruntuhan di sebagian area yang ditopang langsung oleh kolom-kolom yang hilang, namun tidak merembet ke seluruh bangunan. Dengan kata lain, mereka berhasil menghentikan perambatan kegagalan sehingga mencegah keruntuhan total pada bangunan.

Menariknya, ide ini terinspirasi dari mekanisme autotomi pada kadal. Saat kondisi normal, ekor kadal akan menempel dan membantu menjaga kestabilan pergerakannya. Namun, kadal akan memutuskan ekornya (autotomi) ketika ada predator yang mengancam keselamatannya. Kadal mengorbankan satu bagian tubuhnya untuk menyelamatkan nyawanya. Pada praktiknya, gedung akan melepaskan beberapa bagian ketika mengalami kegagalan struktur dan mencegah penjalaran kerusakannya. Teknologi ini dimaksudkan untuk diterapkan pada gedung-gedung penting dengan konsentrasi (tingkat okupansi) manusia yang tinggi, seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, hotel, dan terminal bus. Konsep yang sama juga bisa diaplikasikan pada jaringan telekomunikasi, sistem perpipaan, bahkan jembatan.

Andri menegaskan bahwa semua penelitian, pada akhirnya harus memiliki kontribusi nyata kepada masyarakat. “Setelah menemukan satu teori, kita harus membuktikan kebenarannya, dan tugas setelahnya yang paling berat adalah meyakinkan pemangku kepentingan di bidang konstruksi untuk bisa menerapkan teori tersebut di lapangan. Kami bermimpi untuk membangun society yang lebih tangguh (resilient) dan itu dimulai dari infrastruktur yang kuat. Harapannya suatu hari nanti teknologi ini bisa diimplementasikan sebagai salah satu opsi rancang bangun dan dimasukkan ke peraturan pembuatan gedung untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa,” tuturnya.

Sampul depan jurnal Nature edisi 16 Mei 2024 (Sumber: Nature)

Hasil penelitian ini resmi dipublikasikan di jurnal internasional Nature secara daring pada Rabu (15/5/2024). Hal ini merupakan babak baru dari penelitian di bidang desain konstruksi bangunan yang berhasil menghiasi cover jurnal prestisius itu.

Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D., dosen Teknik Sipil dari Kelompok Keahlian Rakayasa Struktur, menyambut baik atas prestasi yang dicatatkan Andri. “Pendekatan baru ini menawarkan solusi yang sangat cocok untuk daerah rawan bencana, seperti Indonesia. Saya juga ikut bangga karena salah satu alumnus kami yang ikut andil dalam penelitian ini dan menunjukkan jangkauan pengaruh yang besar dari ITB,” ujarnya.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)


scan for download