Tim Aksantara ITB Juara 2 Kontes Robot Terbang Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana



BANDUNG, itb.ac.id - Setelah sukses meraih juara di tingkat Internasional, tidak membuat tim Aksantara ITB menghentikan perjuangan sampai disitu. Kali ini, Aksantara kembali mengharumkan nama ITB di tingkat nasional dengan meraih juara 2 untuk kategori fixed wing dan technology development pada Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2018 yang dilaksanakan di Universitas Teknokrat Indonesia, Lampung, 5-9 November 2018. Aksantara mampu bersaing dan mengungguli 83 tim lainnya dari 38 universitas di Indonesia. 

KRTI adalah kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Ristekdikti sejak 2013. Setiap tahunnya, Tim Aksantara ITB rutin mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti KRTI. Tahun ini Aksantara mengirim tim untuk setiap kategori yang dilombakan yaitu kategori Racing Plane (RP), Fixed Wing (FW), Vertical Take-off and Landing (VTOL), dan Technology Development (TD).

Ketika ditemui oleh reporter Kantor Berita ITB, Nathan (Teknik Dirgantara 2015) selaku ketua Aksantara beserta Pramadithya Herdian (Teknik Telekomunikasi 2016) dan Naufal Alifyari (Teknik Mesin 2016) sebagai ketua divisi Technology Development dan Fixed Wing Aksantara ITB menjelaskan mengenai sistematika perlombaan divisi masing-masing. Untuk tim fixed wing, kali ini mereka harus menjalani dua misi yaitu monitoring dan mapping. 

“Untuk mendukung misi ini, cukup banyak alat yang kami bawa, yaitu antenna tracker untuk transmisi data jarak jauh, gimbal monitoring untuk pemantauan area perkebunan, launcher untuk alat pelontar, dan wahana (pesawat) itu sendiri,” jelas Naufal. 

Untuk misi monitoring, peserta harus merekam area perkebunan dari atas udara secara live streaming dan hasil tersebut ditayangkan kembali ketika pesawat telah mendarat. Penilaiannya sendiri dilihat dari kualitas transmisi data videonya. Sedangkan mapping adalah pemetaan, jadi pesawat diterbangkan secara bolak-balik kemudian mengambil beberapa foto. Saat pesawat mendarat foto tersebut digabungkan. "Penilaian mapping dilihat dari kualitas foto yang dihasilkan. Tim fixed wing dari ITB cukup bagus penilaiannya pada misi mapping,” tambahnya.

Sedangkan untuk technology development, Prama menjelaskan bahwa mereka berbeda dari tim yang lainnya. Tim technology development tidak mendapatkan misi apapun yang harus diselesaikan layaknya tim fixed wing. “Kami dibebaskan untuk menginovasikan teknologi-teknologi yang nantinya dipakai membawa Indonesia yang lebih mandiri di bidang pesawat tanpa awak,” ucap Prama. 

Tim technology development membawa pesawat bernama Tube Launched Folding Wing UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Pembuatannya dilakukan sejak awal Maret tahun ini. Sesuai namanya, sayap pesawat tersebut mempunyai keunggulan bisa dilipat sehingga pesawat sangat portable dan tidak perlu di rangkai lagi di lapangan. UAV ini bertujuan untuk membantu mitigasi bencana dan membangkitkan jaringan saat ada kerusakan pada menara/tower komunikasi, kata Prama.

"Pesawat tersebut didesain agar bisa masuk ke dalam tabung yang digunakan sebagai peluncur (launcher). Peluncur dan pesawat terkoneksi dengan sebuah aplikasi khusus yang ada pada gawai, sehingga untuk meluncurkannya tinggal memencet tombol pada aplikasi tersebut,” katanya. 

Persiapan tim sudah dilakukan selama 8 bulan terhitung sejak Maret 2018. Proses pendaftaran lomba cukup sulit karena seluruh divisi diharuskan untuk mengumpulkan laporan yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama mengenai desain konseptual untuk melaksanakan misi, tahap kedua yaitu desain terakhir dan video progress untuk meyakinkan juri bahwa Aksantara siap untuk berlomba di KRTI 2018 ini.

Sementara itu, untuk juara umum dalam kompetisi ini diraih oleh tim robot terbang Gamaforce dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Reporter: Qinthara Silmi