Tim Autokomposter ITB dalam Ajang PKM 2024: Atasi Tantangan Pembuatan Kompos Melalui Otomatisasi Proses Berkeley

Oleh Bintang Prasetya Fernandika - Mahasiswa Teknik Metalurgi, 2022

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Tim Autokomposter Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi salah satu tim yang mewakili ITB dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karya Cipta (PKM-KC) 2024 setelah diumumkan lolos pendanaan proposal pada Jumat (19/4/2024).

PKM merupakan sebuah program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen-Dikristek) untuk mendorong kemampuan mahasiswa berpikir kreatif dan bertindak inovatif dalam menyelesaikan masalah industri, pemerintah, dan masyarakat.

Tim yang beranggotakan Daffa Keitaro Putra (Teknik Fisika, 2022), Valentino (Teknik Fisika, 2022) serta Muhammad Fadil Huseiny (Teknik Fisika, 2022) ini menginovasi otomatisasi sistem pada Proses Berkeley, yaitu proses pembuatan pupuk kompos dengan metode panas. Tim Autokomposter berada di bawah bimbingan Dr. Ir. Eko Mursito Budi, M.T., dari Fakultas Teknologi Industri (FTI).

Ketua Tim Autokomposter, Daffa, menuturkan ide topik yang diangkat berawal dari masalah banyaknya sampah organik yang dihasilkan di Indonesia dan angka impor pupuk masih sangat tinggi. Tim ini menilai pupuk kompos dapat menjadi solusi dengan sifatnya yang dapat menyuburkan tanah dan memperkokoh struktur tanah sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk buatan sekaligus menyelesaikan permasalahan sampah organik.

Saat ini sentra pembuatan pupuk kompos di Indonesia masih terbilang sedikit dan tidak tersebar merata. Metode yang digunakan di sentra pupuk pun umumnya menggunakan suhu dingin yang memerlukan waktu pengomposan hingga berbulan-bulan. Selain itu metode dingin juga belum tentu dapat membunuh patogen.

Salah satu metode yang efektif mengatasi hal tersebut adalah Metode Berkeley yang menggunakan suhu panas dengan waktu pengomposan hanya dua hingga tiga minggu. Selain itu, karena suhu yang digunakan bisa mencapai 70 derajat Celcius, metode ini juga dapat membunuh patogen.

Namun, tantangan dari Metode Berkeley adalah perlunya perlakuan intensif untuk menjaga agar proses berhasil, seperti pengecekan dan pengadukan rutin. Tim Autokomposter menjawab tantangan ini dengan inovasi purwarupa alat otomatisasi roses Berkeley berupa tong dengan mekanisme pengadukan, mekanisme pengairan dan sensor.

“Pengadukan ini sebenarnya kegiatan yang berulang-ulang dan polanya sama, jadi bisa kita otomasi dengan mesin dan sistem kontrol,” ujar Daffa.

Purwarupa alat yang dirancang Tim Autokomposter juga terintegrasi Internet of Things (IoT) untuk dapat memberikan informasi parameter kondisi pupuk. “Jadi pengguna tidak selalu harus di tempat untuk dapat mengetahui kondisi pupuk komposnya,” imbuh Daffa.

“Kendala yang dihadapi adalah karena kami belum mendapat materi terkait di kelas, kami harus banyak belajar dari sumber eksternal, seperti youtube, jurnal dan website,” lanjutnya.

Daffa berharap inovasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut. “Kami harap alat ini dapat meningkatkan produktivitas sentra-sentra pupuk di Indonesia,” imbuhnya.

(Reporter: Bintang Prasetya Fernandika, Teknik Metalurgi 2022)