Tim Bhimasena Digjaya ITB Kantongi Juara 2 Flight Controller Development KRTI
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) merupakan ajang yang dihelat setiap tahunnya oleh Pusat Prestasi Indonesia. Pada KRTI tahun ini, ITB berhasil memboyong 4 gelar. Salah satunya adalah Tim Bhimasena Digjaya yang menyumbang juara 2 dalam kategori Flight Controller Development.
“Flight controller merupakan sistem komputer yang bertanggung jawab mengawasi dan mengontrol pergerakan pesawat nirawak. Ada dua aspek dari lomba ini, yakni hardware dan firmware atau perangkat lunaknya,” terang Ronggur (IF’19) selaku ketua tim.
Fitur firmware yang mereka bawakan merupakan pengembangan dari tajun sebelumnya, yang mencakup mode terbang manual, fly-by-wire, dan auto. Menggunakan Arduino IDE dalam bahasa pemrograman C++, firmware yang mereka rancang mampu menunjang fitur Hardware in the Loop (HITL).
Filan (OS’20), menyebut fitur ini akan memungkinkan pengguna melakukan simulasi penerbangan di aplikasi komputer untuk kebutuhan pendidikan dan melakukan riset fitur anyar sebelum melakukan pengujian di lapangan. “Selain itu kami juga sudah mengintegrasikannya dengan Raspberry Pi (RasPi) sehingga dapat melakukan fungsi lebih banyak,” imbuhnya. Flight Controller yang diberi nama Vimana ini menawarkan kelebihan berupa fitur HITL dan koneksi RasPi sehingga dapat dimanfaatkan untuk riset dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari segi firmware.
Tim ini juga melakukan improvisasi dari hardware tahun lalu. Hardware garapan mereka berbasis STM32 yang memiliki port dan terhubung dengan RasPi, memiliki circuit protection, serta dilengkapi dengan fitur IMU (Inertial Measurement Unit) yang meliputi barometer, kompas, dan mikrokontroler yang tertanam. “Dimensi dan berat flight controller tetap dapat diminimalkan tanpa melupakan interface yang ramah-pengguna,” beber Gotawa (EL’20).
Tim Bhimasena Digjaya diperkuat oleh 17 orang dari jurusan dan angkatan yang beragam. Mereka bersama-sama belajar dan ditempa di Aksantara ITB, sebuah unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang robotika. Persiapan matang dilakoni selama hampir 7 bulan dan semakin intens sampai menjelang perlombaan.
Menurut Gotawa, tantangan tersulit adalah perlunya menguasai berbagai hal di luar mata kuliah yang biasa ditekuni di jurusan. “Selain itu, proses engineering tidak semudah yang tertuang di buku. Acapkali ada saja masalahnya, mulai dari sistem yang tiba-tiba rusak dan kembali berfungsi, solder terlalu panas sehingga IC rusak, pemasangan propeller yang salah sehingga wahana terbang miring, dan masih banyak lagi,” ceritanya.
Kompetisi ini berlangsung selama 6 hari dan ditutup pada Sabtu (20/11/2021) lalu. Semua peserta melakukan pemaparan dengan 3 metode, yakni melalui dokumen, presentasi, serta video. Keberhasilan mereka tak lepas dari bimbingan Dr. Yazdi Ibrahim Jenie, S.T., M.T., yang kerap memberikan asistensi dan bantuan pada pematangan konsep awal produk.
Di antara mereka, hanya Ronggur yang pernah berkompetisi di KRTI tahun sebelumnya. Ia berharap agar di tahun yang mendatang delegasi ITB bisa meningkatkan prestasi menjadi juara 1. “KRTI merupakan wadah yang baik untuk melatih cara kerja engineering. Semoga setelah mengikuti KRTI, kami dapat mengembangkan kemampuan lebih baik lagi dan membawa Nusantara terbang tinggi,” ujar Gotawa yang baru pertama kali mencicipi kompetisi robotika.
Pada akhir sesi wawancara, Gotawa berpesan bahwa komitmen dan keseriusan adalah modal utama dalam perlombaan. Perihal menang atau kalah itu bukanlah perkara yang perlu dipikirkan ketika memulai langkah pertama. “Saat menang ataupun kalah, kemampuan dan mental kita akan tetap terlatih. Menurut saya, itulah yang paling mahal.”
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)