Tim ITB: Rancang Optimalisasi Potensi Lapangan Arun di Lhokseumawe, Aceh

Oleh Fatimah Larassati

Editor Fatimah Larassati

BANDUNG, itb.ac.id - Ditutupnya lapangan gas Arun di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2014 menyebabkan ekonomi masyarakat daerah sekitar ikut melemah. Pasalnya, keberadaan lapangan tersebut secara tidak langsung diproyeksikan guna menggenjot nadi perekonomian. Akan tetapi, hal ini justru menimbulkan tanda tanya di benak segelintir orang: mungkinkah ada aset potensial yang masih tersimpan dari lapangan ini? Menjawab pertanyaan tersebut, lomba study case pada Petroviro 2015 mengangkat permasalahan Lapangan Arun dengan tinjauan baik dari segi keteknikan maupun ekonomi dan lingkungan. Dalam lomba ini, tim-tim yang berkompetisi diminta untuk merancang teknis lapangan seperti pemilihan titik pemboran baru, potensi sumber daya konvensional dan nonkonvensional dari formasi titik tersebut, hingga Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang melingkupinya. Selain itu, para peserta juga diminta untuk merancang wilayah kota Lhokseumawe sedemikian rupa sehingga jika kemudian hari terjadi penghentian produksi lapangan, kondisi ekonomi masyarakat tetap stabil.

Petroviro 2015 sendiri adalah acara kolaboratif yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) PATRA ITB, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB, dan Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) GEA ITB yang bekerjasama dengan Lundin Petroleum. Lomba ini diikuti oleh tim-tim dari berbagai institusi dan universitas di Indonesia. Tim ITB yang beranggotakan Adam Ramadhan Priatna (Teknik Perminyakan 2013), Oscar Dwi Marjuwan (Teknik Perminyakan 2012), Muhammad Fadel S. Gani (Teknik Perminyakan 2011), Agung Donurizki (Teknik Geologi 2011), dan Fadya Syifa Hani (Teknik Lingkungan 2011) berhasil meraih juara pertama pada lomba study case ini.


Dari Modifikasi Sistem Kontrak Hingga Konsep Kota Minapolitan

Tak dapat disangkal bahwa kemenangan dari tim ITB dalam kompetisi study case ini tak lepas dari ide-ide unik yang diajukan. Salah satunya adalah ide yang menitikberatkan pada sistem kontrak migas yang akan diterapkan pada lapangan target. Modifikasi sistem kontrak ini terkait dengan adanya standardisasi Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan calon pengelola lapangan Arun nantinya. CSR sendiri idealnya adalah bentuk tanggung jawab dan kepedulian perusahaan pengelola terhadap masyarakat di sekitar daerah lapangan migas. Namun jika ditilik kembali, penerapan CSR oleh perusahaan migas di Indonesia sebenarnya masih menjadi polemik. Hal ini disebabkan karena dalam sistem kontrak migas di Indonesia, pemenuhan CSR masuk ke dalam cost recovery atau biaya ganti dalam bentuk bagi hasil penjualan antara perusahaan pengelola dan pemerintah. Masuknya CSR dalam cost recovery dianggap merugikan karena menimbulkan kesan bahwa CSR akhirnya bukan menjadi tanggung jawab perusahaan pengelola melainkan pemerintah.


Oleh karena itu, modifikasi yang diajukan oleh tim ITB adalah dengan penegasan pemenuhan CSR diambil langsung 5% dari pendapatan bersih perusahaan dan bukan melalui cost recovery. Penegasan ini dipandang dapat menguntungkan banyak pihak, baik itu pemerintah, masyarakat, bahkan perusahaan pengelola itu sendiri. Optimisme terkait perusahaan pengelola yang tidak akan dirugikan meski pendapatannya berkurang muncul karena dalam prakteknya kelak, penegasan ini dilakukan sedari awal kesepakatan kontrak. Sehingga ide ini dapat memberikan kesempatan dan waktu bagi perusahaan dalam mengestimasi aliran dana internal untuk produksi agar kerjasama tetap menguntungkan. Silang pendapat mengenai pemenuhan CSR di Indonesia pun dapat terselesaikan dengan sistem baru ini.


Dana CSR yang diberikan oleh pengusaha pengelola lapangan akan dialokasikan untuk peningkatan pendidikan dan pembangunan infrastruktur kota. Lebih lanjut, dana tersebut akan dikonsentrasikan untuk tujuan utama dari pemberdayaan potensi Lhokseumawe menjadi kota minapolitan. Letak geografis Lhokseumawe yang berada dekat garis pantai mendukung konsep minopolitan yang ingin diwujudkan karena kota minopolitan menitikberatkan kegiatan industri dan perekonomian berbasis pemanfaatan sumber daya ikan. Diharapkan kedepannya optimalisasi sumber daya bumi Lhokseumawe tak hanya dari gas saja, tetapi juga dari perikanan yang berlimpah ruah serta masih belum dieksplorasi lebih dalam potensinya. Melalui optimalisasi di bidang perikanan ini, juga diharapkan ketika sewaktu-waktu sumber daya gas tak lagi menjadi komoditas utama di Lhokseumawe, keberjalanan perekonomian kota tidak akan mengalami penurunan drastis dan kelesuan ekonomi dapat terhindarkan.


Suka Duka Keberjalanan Lomba

Tak ada kesuksesan yang diraih tanpa perjuangan. Hal demikian pun tak terkecuali pada kemenangan manis yang diperoleh tim ITB dalam lomba study case kali ini. Diakui oleh Adam, kesulitan yang dihadapi oleh timnya dalam proses pembuatan essay tersebut terjadi terutama karena perbedaan jadwal dari masing-masing anggota kelompok. Namun kesulitan ini tak serta-merta menghentikan langkah mereka. Tekad dari tim inilah yang menjadi motor penyelesaian penyusunan essay tersebut.


Kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu dalam kelompok juga memegang peranan penting dalam raihan kemenangan tim ITB. Selain itu, komposisi tim yang lintas jurusan juga memberi kesempatan bagi para anggotanya untuk saling belajar dan mengakrabkan diri antara satu dengan yang lain. "Walaupun penat dan capek, tapi jadi bisa lebih dekat dengan teman-teman setim," tutup Adam dalam wawancaranya.

 

Sumber gambar:

thegloblejournal.com

m.energitoday.com

Dokumentasi peserta