Tim Pengmas FSRD ITB Lakukan Pemberdayaan Karya Seni Khas Merauke dengan Aplikasi Teknik Batik Tamarin
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Pada pertengahan 2022, tim Program Pengabdian Masyarakat (Pengmas) dari FSRD ITB kembali menyambangi Desa Buti, Merauke. Kali ini, mereka bertujuan memperkuat penguasaan teknik batik guta tamarin yang sebelumnya telah diperkenalkan pada program serupa di 2021.
Program ini diharapkan dapat menguatkan penguasaan teknik untuk diaplikasikan pada benda pakai yang dibutuhkan oleh masyarakat ataupun cindera mata yang dapat dijual sebagai upaya pemuliah ekonomi pascapandemi. Program kedua di 2022 mengusung tema “Efisiensi dan Adaptasi Digital Teknik Guta Tamarin pada Wastra untuk Peningkatan Produktivitas Sektor UMKM Kecamatan Samkai, Merauke, Provinsi Papua Selatan” dan diikuti oleh 38 peserta.
Selain pemberian wawasan dan praktik membatik, tim juga memberikan pembelajaran dasar-dasar fotografi, foto digital, serta digitalisasi motif khas Merauke untuk kemudian dipublikasikan di media sosial.
Pelatihan dimulai pada 23 Agustus 2022 dengan agenda desain dan digitalisasi menggunakan ponsel. Peserta berlatih membuat motif batik tamarin yang sudah dimodifikasi untuk diterapkan pada kain, kemudian diaplikasikan pada benda fungsional.
Pada hari kedua, mereka melakukan tahap finalisasi pembuatan motif, mulai dari proses mengguta, mengeringkan hingga mewarnai. Tahap pewarnaan adalah proses yang sangat menyenangkan bagi peserta karena ada unsur kejutan ketika warna sudah mengering dan dipanaskan dengan menyetrikanya. Pemanasan berfungsi melekatkan warna pada kain agar kuat dan cerah.
Selama empat hari diadakan, peserta selalu hadir dengan konsisten dan disiplin untuk mengikuti program pelatihan pukul 08.00—16.30. Bahkan menurut Dr. Nuning Y. Damayanti, ketua tim Program Pengabdian Masyarakat, peserta mampu mempelajari dan mempraktikkan teknik wastra guta tamarin dengan sangat baik dan menyelesaikan lebih cepat dari yang dijadwalkan.
“Melihat antusiasme yang tinggi, kami optimistis apabila program ini dilanjutkan dan peserta dibekali keahlian dan bahan dasar untuk terus berkarya, maka mereka bisa mengembangkannya secara mandiri,” lanjutnya.
Tak sekadar mampu membuat kain bermotif dengan teknik batik guta tamarin, tahun ini, peserta juga diberikan bekal untuk dapat mengaplikasikannya pada kipas, syal, masker, dan media-media inovatif lainnya. Produk ini tentu berpotensi dipasarkan dengan bantuan platform daring melalui tayangan-tayangan sederhana seperti yang dikenalkan oleh tim FSRD ITB. Harapannya, jaringan perajin dengan pembeli akan kian terbangun untuk mendukung penciptaan karya seni dan desain yang diminati masyarakat.
Hingga saat ini, Dr. Nuning dan tim terus memantau kemajuan pembelajaran melalui email, Whatsapp, dan media informasi lainnya. Sitti Habibah S.Pd., selaku ketua PKBM Weda Agle Toksay Seringgu Jaya dan sekaligus koordinator Mitra Pelaksana Program Pengabdian Masyarakat di Merauke, turut membantu melaporkan sejumlah peserta yang sangat tertarik untuk melanjutkan pendalaman teknik batik guta tamarin. Mereka secara rutin berkarya di bawah bimbingan Sitti dan mengirim dokumentasi produk yang selesai dibuat.
“Untuk program tahap selanjutnya, tim berencana mengajarkan modifikasi wastra guta tamarin pada produk-produk unggulan yang cukup diminati oleh masyarakat dan turis domestik maupun luar negeri. Adapun penerapan teknik lukis guta tamarin pada material yang berbeda selain kain akan disesuaikan dengan potensi alam di wilayah binaan,” tutup Dr. Nuning.
*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id
Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)