Tutup Tahun 2015, FSRD ITB Selenggarakan Seminar Teknokultur

Oleh Cintya Nursyifa

Editor Cintya Nursyifa

BANDUNG, itb.ac.id - Sambutan Rektor ITB sekaligus keynote speaker,  Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, membuka Seminar Teknokultur  yang bertema "Implementasi Pengembangan Ilmu Sosial dan Humaniora". Dr. A. Gumawang Jati, M. A, kali ini menjadi Ketua Panitia dari kegiatan yang diselenggarakan pada Senin (07/09/15) di Aula Barat tersebut. Di awal seminar Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Dr. Imam Santosa, M. memberi sambutan mengenai pembukaan program studi (prodi) baru di ITB.  Pada seminar ini disajikan pula pidato ilmiah dari Ketua Senat Akademik,  Prof. Ir. Indratmo Soekarno, M. Sc., Ph.D, dan Ketua Forum Guru  Besar, Prof. Ir. Roos Akbar, M. Sc., Ph. D. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan dengan diskusi panel dari Prof. Ir. Moh. Sahari Besari, M. Sc., Ph.D, dengan topik "Manusia, Teknologi, dan Sains", Prof. Dr. Bambang Sugiharto, dengan topik "Teknologi dan Humaniora", Prof. Imam Buchori, dan sebagai moderator dari diskusi tersebut adalah Prof. Yasraf A. Piliang. Topik seminar kali ini sangat berkaitan erat dengan pengadaan program studi Magister Teknokultur.

Pentingnya Teknokultur dalam Dinamika Pergerakan ITB

Teknokultur sebagai suatu disiplin ilmu yang mengaitkan teknologi dan budaya, menjadi hal yang sangat penting di ITB. Ilmu tersebut sangat berperan dalam menjawab tantangan untuk menerapkan ilmu sosial yang penting dalam mempublikasikan karya-karya ilmiah untuk disyiarkan ke masyarakat luas. Tentu saja dalam menyampikan karya ataupun solusi harus memperhatikan dampak hukum, politik, dan sebagainya. Didukung dengan data yang menginformasikan bahwa 22 dari 48 prodi di ITB telah terakreditasi internasional dan 18 doktor sudah siap bertugas guna pengembangan Ilmu Sosial dan Humaniora yang diterapkan pada teknologi dan seni, ITB dirasa telah mampu untuk membuka prodi Magister Teknokultur. Naskah Akademik Sosial Humaniora bagi prodi Teknokultur yang telah disetujui Senat Akademik pun dapat menjadi payung operasional dalam pelaksanaannya mendatang. Senat  Akademik memandang bahwa pembukaan prodi ini memperkuat IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan Seni di masyarakat secara proaktif.


Seiring pergerakan ITB yang dinamis, menjadi sebuah pertanyaan tentang struktur yang seperti apa yang dapat mendukung dinamika ITB struktur tersebut  dapat bersifat rigid, plastis, ataupun fleksibel. Pembukaan prodi ini dapat menjadi insiasi dalam menentukan struktur tersebut. "Tak ada ilmu yang paing hebat , tergantung kegunaannya. Keilmuan itu jangan sampai dikotak-kotakan. Perbedaan ilmuwan dan decision maker (pembuat keputusan) adalah kemampuan dalam mengasosiasikan ilmu psikologi, pertahanan dan keamanan. Ketika menyampaikan kebenaran ada baiknya diperkaya dengan ilmu pengetahuan lain," ungkap Roos Akbar di permulaan kegiatan yang digagas oleh Kelompok Keahlian Ilmu Kemanusiaan yang dipimpin oleh Dr. Ir. Dicky R. Munaf, M.S., MSCE, tersebut. Tugas ITB dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila tak hanya mengedapankan sisi teknokratis, namun didukung juga dengan penyesuaian kultur guna mencapai keberlanjutan.