UKM Pelita Muda ITB Pamerkan Indonesia Lewat Jejak Askara
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Pelita Muda ITB merupakan salah satu unit kemahasiswaan yang berfokus pada kegiatan sosial dan pengabdian masyarakat. Penjelajahan, social mapping, design thinking, dan jurnalistik merupakan ragam keilmuan yang ditekuni. Aktualisasi yang dilakukan dari keempat bidang itu dikemas dalam bentuk perjalanan menjelajah pelosok negeri.
Pada Minggu (11/9/2022), UKM Pelita Muda ITB menggelar Pameran Jejak Askara di Search Gallery. Pameran tersebut mempertontonkan hasil perjalanan yang telah dilakukan para anggotanya.
“Kami ingin mengajak masyarakat umum, khususnya mahasiswa ITB, untuk melihat Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Lewat foto, video, dan catatan perjalanan, kami berusaha menghadirkan realitas kehidupan bangsa Indonesia di luar pagar-pagar tinggi kampus. Dari sana kita dapat menyadari berbagai masalah dan potensi yang dimiliki desa-desa tersebut,” tutur Valina Rizky (GL ’19), salah satu panitia kegiatan tersebut.
Askara dalam bahasa Sansekerta berarti cahaya. Layaknya kamera yang mengeluarkan kilatan cahaya, pameran ini bermakna setiap perjalanan yang dilakukan akan terus terekam dalam memori dan bisa dipetik pelajarannya.
Sebagian besar karya yang terdapat di sini adalah hasil proyek akhir anggota muda yang telah selesai melaksanakan kaderisasi. Mereka diminta untuk melakukan perjalanan selama seminggu ke desa-desa yang memiliki Indeks Desa Membangun (IDM) < 7. Desa-desa tersebut tergolong desa berkembang bahkan tertinggal. Jarak yang ditetapkan minimal berada 30 km dari ITB.
Christina Alexandra (TL ’21) membagikan pengalamannya bertandang ke Desa Sukalaksana, Kabupaten Garut. Ia bisa mengasah rasa empati lewat interaksi dengan banyak orang yang berbeda latar belakang.
“Kami di sana fokus untuk mengulik akar permasalahan di desa tersebut. Dari hasil pemetaan masalah, solusinya harus kembali ke harapan dan keinginan masyarakat,” terangnya.
Sektor pertanian adalah tulang punggung Desa Sukalaksana. Namun, terdapat kesenjangan antara petani dan tengkulak di sana. Petani hanya diupahi harga yang minim sementara tengkulak mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. “Kami coba menyarankan pembuatan koperasi pertanian dan simpan-pinjam. Tujuannya agar lebih terstruktur. Selain itu, petani juga bisa mendapatkan ilmu cara mengolah hasil panen agar harga jualnya lebih tinggi,” ungkap Xandra.
Salah satu dosen FSRD ITB, Dr. Ira Adriati, S.Sn., M.Sn., memberikan apresiasi atas gagasan Jejak Askara. “Pameran ini berhasil membawa pengunjung menyelami desa-desa yang jarang terjamah lewat karya. Saya sangat mendukung kegiatan positif seperti ini. Dengan terjun langsung ke masyarakat, mahasiswa bisa belajar untuk toleransi, kerja sama, dan berpikir kritis. Perjalanan yang dilakukan tidak sekadar untuk bermain-main, melainkan juga memberi arti untuk masyarakat itu sendiri,” tutur dosen KK Estetika dan Ilmu-Ilmu Seni itu.
Menurutnya, menjadi pintar saja tidak cukup, melainkan juga harus diiringi dengan kepekaan sosial. Karena pada akhirnya, mahasiswa harus mengejawantahkan ilmu yang dimiliki untuk masyarakat.
Dalam pameran tersebut, terdapat sebuah panel khusus untuk penghormatan kepada pembina Pelita Muda, Dr. Pindi Setiawan, M.Si. Dosen Desain Komunikasi Visual ITB itu baru saja berpulang pada Jumat (9/9/2022) yang lalu. Ilmu dan jasa-jasa yang pernah beliau bagi akan terus dirawat dan dikenang.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)