Unik, Dosen ITB Buat Gitar Berbentuk Trisula Majapahit
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Senjata tradisional seperti keris, tombak, dan trisula merupakan warisan dari leluhur yang bernilai seni tinggi dan sarat akan kearifan lokal. Senjata tradisional bernama trisula atau yang lebih dikenal sebagai tombak bermata tiga secara filosofis merepresentasikan tiga entitas atau unsur, misalnya sebagai representasi dari masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Menurut beberapa sumber, di Indonesia trisula kerap ditemukan pada arca dan relief di dinding Candi Prambanan, Candi Sukuh, dan Candi Penataran. Selain itu, di daerah lain seperti Sumatera Selatan, beberapa jenis trisula juga ditemukan terpasang sebagai ujung tombak.
Bentuk dari trisula yang unik kemudian menarik perhatian Dosen Seni Rupa ITB, Dr. Harry Nuriman untuk dibuat versi gitar. Untuk itu, bersama dosen di KK Ilmu-Ilmu Kemanusiaan FSRD ITB, Harry mencoba mentransformasikan bentuk unik dari trisula menjadi sebuah instrumen musik gitar. Alasan dipilih trisula karena memiliki banyak makna simbolis dan berbobot kearifan lokal untuk dapat dikomunikasikan dengan bahasa visual dan pertunjukkan.
“Penelitian diawali dengan melakukan wawancara kepada informan terpilih yang mewakili lima kelompok profil yang berbeda yaitu pembuat alat musik berdawai, pemain gitar profesional, penikmat musik, akademisi, dan seorang awam untuk memenuhi kriteria sampel berdasarkan tujuan yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk dapat memilih bahan, memperkuat desain, dan menerjemahkan gagasan filosofis dari trisula ke dalam bentuk gitar listrik,” ujarnya seperti ditulis dalam Rubrik Rekacipta ITB edisi 25 April 2023.
Baca tulisan selengkapnya: Mengubah Senjata Menjadi Nada
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan informan, kata Harry, body gitar yang dijadikan acuan adalah bentuk trisula Majapahit karena bentuknya lebar sehingga memungkinkan untuk dapat disematkan peralatan elektronik di dalamnya. Lalu berdasarkan masukan dari informan lain, gitar didesain berbentuk lurus menyerupai gagang atau tombak dan headless atau tanpa kepala untuk menghindari terjadinya neck dive yaitu suatu kondisi ketika headstock gitar terasa lebih berat dari body.
Setelah tahap pembuatan gitar selesai, dilakukan pengujian kepada informan terpilih untuk mendapat saran yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aspek teknis yang berkaitan dengan keluaran suara dan kenyamanan pengguna, aspek afektif yang berkaitan dengan komunikasi sentik atau emosional, serta aspek kognitif yang berkaitan dengan pemahaman informan mengenai makna dari trisula setelah menggunakan gitar.
Dari proses pengujian dan wawancara kembali dengan para informan, gitar listrik yang dibuat disimpulkan dapat berfungsi dengan baik dengan visual yang menarik. Gitar trisula ini juga memenuhi aspek afektif dan kognitif yang membuat para informan merasakan perasaan gembira, cinta, dan hormat serta juga dapat menjadi pengingat terhadap bentuk-bentuk dari trisula yang ada. Meskipun demikian, gitar ini dinilai masih terdapat kekurangan pada aspek audial yang kurang maksimal saat tidak digunakan efek apapun.
Selanjutnya, masih perlu dilakukan perhitungan biaya produksi agar TKT gitar listrik ini bisa mencapai 100% dan juga dilakukan perbaikan dari sisi audio. Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian pada sampel yang lebih luas serta dilakukan kajian terkait fluktuasi popularitas performer saat membawakan artefak budaya tradisional yang tidak populer ke dalam pementasan budaya populer.
Dengan memperkenalkan konsep gitar trisula yang dapat berfungsi sebagai alat pendidikan pelestarian budaya pada alat musik modern, tim peneliti percaya bahwa jika terus dilakukan perkembangan untuk mengaplikasikan kearifan lokal dan budaya nusantara ke dalam produk budaya pop dan modern baik dalam skala rumahan maupun dalam skala industri kreatif, kearifan dan budaya lokal dapat berjaya di kancah internasional.
Penulis: Fajris Zahrotun Nihayah (Fisika, 2020)
Foto: Rekacipta ITB