Webinar 80 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia Bahas Industri Kimia Berbasis Agro

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id--Program studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung dan Ikatan Alumni Teknik Kimia ITB menyelenggarakan webinar ke-5 mereka dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya Perguruan Tinggi Teknik Kimia Indonesia (PTTKI). Webinar ini diselenggarakan pada Sabtu (26/06/2021) dan menghadirkan staf pengajar serta alumni Teknik Kimia ITB dengan cerita sukses mereka masing-masing.

Pemaparan materi pertama disampaikan oleh dosen Teknik Kimia ITB dan juga Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Dr. Ir. Tatang Hernas Soerawidjaja. Ia menjelaskan materi tentang Fondasi untuk Mengembangkan dan Membangun Industri Kimia Berbasis Nabati. Menurutnya terdapat dua jenis sumber daya alam yaitu sumber daya alam mineral dan nabati. Sumber daya alam organik bukan hanya berasal dari sumber daya alam nabati, namun sumber daya alam mineral juga ada yang merupakan sumber daya alam organik. “Minyak bumi, gas bumi, batu bara termasuk sumber daya alam organik karena termasuk ke dalam sumber daya alam mineral organik,” ujar Dr. Tatang.

Ia juga menyampaikan bahwa energi adalah oksigennya perekonomian modern dan semua bangsa harus selalu menjaga persediaan energinya. Namun, sejak tahun 2004 Indonesia sudah menjadi net importir minyak bumi dan neraca migas hampir selalu defisit. Tetapi, beruntungnya Indonesia adalah salah satu negara dengan laju fotosintesis tertinggi. Hal ini menjadi keuntungan besar bagi Indonesia untuk dapat mengembangkan energi terbarukan dari sumber daya alam nabati.

“Banyak pohon dengan kandungan asam lemak tinggi terdapat di Indonesia. Kini tinggal menunggu inovasi dari bangsa Indonesia untuk mengembangkannya,” ujar Dr. Tatang.

Narasumber kedua Ir. Sahat Sinaga menyampaikan materi mengenai peran sawit dalam industri dan perjalanan pengolahan sawit di Indonesia. Ia adalah Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia dan juga alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1973. “Banyak ajaran dari dosen saya dulu yang sangat mendasar dan banyak terpakai pada pengolahan sawit seperti material energy balance, alur proses, dan termodinamika. Hal-hal ini membentuk sistematika berpikir kita dan juga memperkuat problem solving,” ujarnya.

Ir. Sahat menyatakan bahwa sawit dapat menjadi penyelamat untuk pertanian Indonesia karena ketersediaannya yang berlimpah dan juga nilai jualnya yang sangat tinggi setelah diolah. “Kami dari praktisi sawit melihat temuan dari ITB (Katalis Merah Putih) dapat jadi dewa penyelamat bagi petani sawit indonesia,” ujarnya.

Pemaparan materi ketiga dibawakan oleh Endri Suprianto, S.T. Beliau merupakan alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1998 yang kini menjabat sebagai Director of Manufacturing di PT Unilever Oleochemical Indonesia.

“Industri oleokimia adalah industri yang memproduksi bahan kimia yang berbahan baku nabati dan hewani alias dari alam. Industri ini banyak dilakukan di Eropa, China, dan negara latin. Banyak minyak terbuat dari tumbuhan seperti soybean,” ujar Endri.

Dia menceritakan, industri oleokimia di Indonesia sudah ada sejak 1979. Namun tak banyak berkembang. Tetapi pada 2006 banyak dibuka kebun baru dan karena ini Indonesia menjadi produsen terbesar minyak sawit yang menjadi tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan menjadi minyak.

Selain itu Director of Marketing Holding Perkebunan Nusantara Dr. Dwi Sutoro, MBA., IPU. menjelaskan, perkebunan nusantara memiliki 1.169 ribu hektar luas area dengan berbagai jenis hasil bumi yang dihasilkan seperti minyak sawit, gula, karet, coklat, tembakau, hingga bioetanol.

Alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1994 ini menjelaskan tentang pengolahan produk dari perkebunan nusantara. Ia mengambil contoh sawit. “Terdapat lima tahap pengolahan produk sawit yaitu primary produce, harvesting and transport, primary processing, value add processing, dan retail,” ujarnya.

Sebagai contoh, tanaman sawit dipanen dan diambil buahnya. Lalu, tanaman tersebut diolah menjadi minyak mentah serta minyak kernel. Lalu proses pengolahan bisa dilanjut dengan mengolah minyak sawit menjadi berbagai jenis produk seperti biomassa hingga bahan bakar. Minyak sawit ini juga bisa diolah lagi menjadi produk retail seperti sabun dan kosmetik.

Pemaparan materi terakhir pada webinar ini disampaikan oleh Ir. Lies Agustine Wisojodharmo, M.Sc. yang kini menjabat sebagai Perekayasa Utama BPPT RI dan juga alumni Teknik Kimia ITB. Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki perkebunan karet dengan luas total 3,6 juta hektar yang merupakan terbesar di dunia. Sementara itu, perkebunan karet ini memiliki produktivitas sebesar 1.100 kg per tahun dengan produksi karet mentahnya sebesar 3,7 juta ton per tahun. “Diperlukan suatu upaya terpadu dalam pengembangan dan pelayanan teknologi, informasi, dan sertifikasi di bidang karet termasuk perumusan inovasi dan teknologi,” ujar Ir. Lies.

Namun, sayangnya terdapat permasalahan besar pada industri karet Indonesia karena saat ini pengolahannya masih banyak dilakukan di luar negeri. Tetapi, kini BPPT sudah mulai bergerak untuk mulai melakukan pengolahan karet di Indonesia. “Berdirinya industri retread ban pesawat di Indonesia sudah ditunggu, di samping juga meningkatkan konsumsi karet alam Indonesia, hal ini juga bermanfaat untuk menghemat devisa negara dan juga mengurangi cost operational industri penerbangan Indonesia,” ujar Ir. Lies.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (TPB FTI 2020)