Webinar Nasional OGG: Bahas Potensi dan Pengembangan Energi Baru Terbarukan di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB menggelar Webinar Nasional bertajuk Optimalisasi dan Pengembangan Potensi Energi Terbarukan sebagai Energi Masa Depan Indonesia pada Minggu (21/3/2021). Webinar ini merupakan salah satu mata acara Olimpiade Geografi dan Geosains (OGG) 2021. Rangkaian kegiatan OGG telah berlangsung sejak 25 Januari – 21 Maret 2021 lalu.
Dalam sambutannya, Dekan FITB Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., menyebutkan Energi Baru Terbarukan (EBT) memberikan segudang manfaat untuk lingkungan dan dapat mengurangi ketergantungan pada impor energi. “Selain itu, EBT bisa mendorong pembangunan di negeri kita,” sambung Dekan FITB ini.
Webinar ini dipandu oleh Reiner Nathaniel Jabanto, Ketua Society of Renewable Energy (SRE) ITB. Sementara itu Dr. Joko Wiratmo dan Dr. Ir. Dadan Kusdiana, M.Sc. menjadi pembicara.
“Energi terbarukan menjadi penting karena telah terjadi perubahan peningkatan dramatis gas rumah kaca sejak revolusi industri,” kata Dr. Joko. Banyaknya gas rumah kaca yang terjebak di atmosfer menyebabkan temperatur bumi meningkat dan menjadi cikal bakal perubahan iklim yang membahayakan kehidupan.
Paris Agreement merupakan kesepakatan yang lahir dan diratifikasi 195 negara, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan pembangunan yang rendah emisi karbon dan mencegah kenaikan temperatur bumi. EBT menjadi salah satu solusi yang ditawarkan untuk memenuhi komitmen ini. Karakteristik dari EBT adalah ramah lingkungan, rendah emisi karbon, ketersediaannya berlimpah di alam, memiliki potensi ekonomi, produktivitas, dan efisiensi energi yang tinggi. “Indonesia memiliki potensi EBT di bidang sinar matahari, angin, air (tawar dan asin), biofuel, dan panas bumi,” ujar Joko.
Dia menyatakan energi surya dan air berpotensi besar karena persebarannya merata di Indonesia. Energi angin sendiri mulai dioperasikan di daerah Sidrap, Sulawesi Selatan. Posisi Indonesia yang berada di lintang rendah menyebabkan potensi energi angin tidak terlalu besar.
“Pembangunan fasilitas EBT ini memang memakan biaya cukup mahal, tetapi energi yang dihasilkan lebih murah, efisien, dan tentunya ramah lingkungan,” imbuh dosen Meteorologi ITB sekaligus penggagas kegiatan OGG ini.
Pemaparan dilanjutkan oleh Dr. Dadan selaku Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM. “Pemanfaatan EBT di Indonesia terus meningkat, namun baru sebagian kecil dari potensi yang sudah dikembangkan,” ungkapnya.
Gagasan terbaru yang diusulkan adalah membuat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung yang memanfaatkan bendungan atau waduk. “PLTS terapung ini tidak perlu membebaskan lahan baru dan teknologinya sudah ada, semoga bisa segera direalisasikan.” Ia menjelaskan bahwa Target EBT Indonesia tahun 2025 adalah 23%. Jika berhasil dilakukan, komitmen Paris Agreement ini akan terpenuhi.
Peningkatan EBT ini adalah pekerjaan besar yang akan dikembangkan dalam berbagai macam strategi. Peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati, konversi energi primer seperti pengeringan tembakau dengan cangkang sawit, penggunaan biodiesel, dan program government drilling yang akan memaksimalkan potensi panas bumi di Indonesia sudah digarap.
“Selain itu, kita juga mulai menerapkan people centered transition, masyarakat menjadi pelaku dan berpartisipasi dalam pemanfaatan EBT. Contohnya adalah penggunaan biogas dan PLTS rooftop di rumah masing-masing,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk menjadi produsen sekaligus konsumen EBT.
“Di lingkungan rumah tangga dan masyarakat kita bisa menghemat energi. Sebagai akademisi kita bisa menerapkan tri dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian dengan EBT sebagai objeknya. Di skala negara kebijakan yang diterapkan harus berdasar pada ilmu pengetahuan,” Dr. Joko menambahkan.
Ia menyarankan, untuk mengatasi perubahan iklim adalah tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat, bukan hanya institusi dan kementerian ESDM karena ini adalah masa depan bersama.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (TPB FITB, 2020)