Webinar SAPPK ITB: Perspektif Neraca Ruang (Otonometer) dalam UU 1/2022

Oleh Asya Aulia Sukma - Mahasiswa Arsitektur, 2021

Editor M. Naufal Hafizh


Pemaparan CEO Neraca Ruang, Jilal Mardhani dalam Webinar SAPPK 2024 seri ke-10, di Labtek IXA SAPPK ITB, Kamis (12/09/2024). (Dok. SAPPK ITB)
BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) melaksanakan Webinar SAPPK ITB seri ke-10 pada Kamis (12/09/2024) secara bauran di Ruang Serba Guna Lantai 6 Labtek IXA SAPPK ITB dan Zoom Meeting. Pada webinar ini, SAPPK berkolaborasi dengan Neraca Ruang untuk membahas Perspektif Neraca Ruang (Otonometer) dalam UU 1/2022 terkait Penataan dan Pengelolaan Ruang Wilayah/Kota Indonesia pasca Pilkada serentak 27 November 2024.

Webinar ini menghadirkan CEO Neraca Ruang Jilal Mardhani. Beliau menjelaskan terdapat dua latar belakang penting dari pembahasan pada webinar. Pertama, beliau menyoroti perubahan dalam judul UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mencabut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurutnya, perubahan judul dari “perimbangan keuangan” menjadi “hubungan keuangan” tersebut merupakan suatu hal yang besar dan substansinya akan berbeda.

Kedua, terkait belanja pegawai yang sedikit tidak terkendali. Hal ini menjadi tantangan bagi kepala-kepada daerah yang akan dipilih serentak pada bulan November 2024. Para kepala daerah terpilih nantinya perlu memiliki inovasi dan kreativitas untuk menekan belanja pegawai mereka menjadi 30 persen.

“Ada masalah pada UU 1/2022 karena undang-undang perimbangan yang lama mengatakan bahwa 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri Neto dalam APBN dialokasikan untuk transfer daerah, sedangkan dalam undang-undang hubungan yang baru, Menteri Keuangan tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengalokasikan transfer daerah tersebut. Maka, mau tidak mau, untuk memenuhi syarat 30 persen, Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu ditingkatkan. Mayoritas dari PAD itu adalah pajak daerah sehingga ada kemungkinan pajak yang sebelumnya tidak dipungut akan dipungut,” ujarnya.

Beliau menunjukkan bahwa masalah yang terjadi pada keuangan pusat adalah dana belanja pemerintah pusat yang naik tajam. Adapun dua di antara komponen belanja pemerintah pusat yang paling besar adalah belanja pegawai dan bunga hutang. Signifikannya pertumbuhan kedua hal tersebut kemudian membuat transfer daerah atau dana perimbangan menjadi tertekan sehingga sangat wajar jika undang-undang perimbangan harus diganti. Inilah kebijakan yang harus diperhatikan oleh SAPPK karena implikasinya akan ke tata ruang.

“Jika kita bicara tanah air maka kita bicara tata ruang. Supaya suatu negara tidak ribut, ada konstitusi sebagai dasarnya, yang terdiri dari hak, kewajiban, dan kapasitas. Dalam Neraca Ruang, kita berbicara terhadap hak dan kewajiban konstitusi. Lalu kita padankan dengan kapasitasnya,” ujarnya.

Dapat disimpulkan bahwa Neraca Ruang merupakan sebuah parameter untuk mengukur sejauh mana kemampuan daerah dan para pemimpinnya dapat memberikan standar pelayanan minimum, bahwa kaitannya antara politik dengan kebijakan pasti sangat erat, tetapi juga dengan perencanaan.

Reporter: Asya Aulia Sukma (Arsitektur, 2021)

#jilal mardhani #neraca ruang #penataan dan pengelolaan ruang wilayah #sappk